Selasa 09 May 2023 17:48 WIB

Denny Indrayana Endus 10 Strategi Jegal Anies Jadi Capres

Denny mengkritik sikap cawe-cawe Jokowi terkait pilpres.

Rep: Wahyu Suryana, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Bakal Calon Presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan bersiap menyampaikan pidato politik di Tenis Indoor Senayan, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Ahad (7/5/2023). Anies Baswedan menyampaikan pidato bertajuk Meluruskan Jalan Menghadirkan Keadilan yang dihadiri 4.000 relawan. Pada kesempatan tersebut juga dideklarasikan relawan Amanat Indonesia (Anies) yang merupakan komunitas gerakan yang memperjuangkan Anies sebagai Presiden 2024.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Bakal Calon Presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan bersiap menyampaikan pidato politik di Tenis Indoor Senayan, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Ahad (7/5/2023). Anies Baswedan menyampaikan pidato bertajuk Meluruskan Jalan Menghadirkan Keadilan yang dihadiri 4.000 relawan. Pada kesempatan tersebut juga dideklarasikan relawan Amanat Indonesia (Anies) yang merupakan komunitas gerakan yang memperjuangkan Anies sebagai Presiden 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, menyampaikan kritik atas sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ikut cawe-cawe Pilpres 2024. Ia melihat, itu dilakukan dalam rangka mengamankan diri setelah lengser.

Denny merasa, target utama Jokowi sebisa mungkin cuma ada dua paslon di 2024 yang keduanya merupakan 'all president's men'. Karenanya, calon yang diidentifikasi berseberangan sebisa mungkin dieliminasi sejak awal.

Baca Juga

Mantan Wamenkumham ini mengatakan, setidaknya ada 10 strategi yang dijalankan Jokowi. Satu, mempertimbangkan opsi menunda pemilu sekaligus memperpanjang masa jabatan presiden. Pandemi dijadikan salah satu pintu.

Dua, muncul ide mengubah konstitusi guna memungkinkan lebih dari dua periode. Tiga, menggunakan KPK dalam rangka merangkul kawan dan memukul lawan. Empat, memanfaatkan kasus hukum sebagai nilai tawar politik.

"Ada tahanan luar KPK, beberapa pimpinan partai yang tersandera dugaan kasus korupsi dan digunakan presiden untuk meningkatkan daya tawarnya, itu menjadi bargaining power untuk melakukan positioning koalisi dan siapa yang jadi paslon capres dan cawapres," kata Denny, Selasa (9/5/2023).

Lima, pimpinan parpol yang tidak sejalan diintervensi. Ia menuturkan, ada satu pergantian ketua umum partai politik yang tidak melalui proses sesuai ad art dan setelah dikonfirmasi terkait pula Anies Baswedan.

"Ada satu partai yang saya tanya kepada kader utamanya kenapa pimpinan diganti, jawabannya cukup mengagetkan, pertama ada persoalan domestik yang kedua karena empat kali ketahuan bertemu Anies Baswedan," ujar Denny.

Enam, menyiapkan komposisi hakim MK sebagai antisipasi dan memenangkan sengketa. Tujuh, tidak cukup mendukung Ganjar, mendukung pula Prabowo. Delapan, opsi untuk membuat Anies tersangka dalam kasus Formula E.

Sembilan, merebut Partai Demokrat melalui Moeldoko. Padahal, ia merasa, kalau Jokowi mau Moeldoko yang merupakan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) bisa dengan sangat mudah menghentikan ambisinya mencuri Partai Demokrat.

"Kalau ini dibiarkan, berarti Presiden Jokowi membiarkan tindak pidana pencopetan partai," kata Denny.

Terakhir, yang menyempurnakan yaitu berbohong kepada publik. Denny menambahkan, Presiden Jokowi yang berulang kali menyatakan kalau capres urusan ketum, bukan urusannya, malah menginisiasi koalisi besar.

"Presiden Jokowi ke luar dari rambu konstitusi untuk menjadi wasit yang netral dalam pemilu. Dalam pemilu, pejabat negara, apapun posisinya, presiden, gubernur, bupati, wali kota, semua harusnya dalam posisi yang netral," ujar Denny. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement