REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan yang mengatur kesuburan warga Inggris, Human Fertilization and Embryology Authority (HFEA), mengonfirmasi kelahiran bayi pertama dengan menggunakan teknik eksperimental yang menggabungkan DNA dari tiga orang. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah anak-anak tersebut mewarisi penyakit genetik langka.
HFEA melaporkan bahwa kurang dari lima bayi berhasil dilahirkan dengan teknik penggabungan DNA. Namun demikian, badan tersebut tidak memberi rincian lebih lanjut untuk melindungi identitas keluarga.
Pada 2015, Inggris menjadi negara pertama yang mengadopsi undang-undang yang mengatur metode untuk membantu mencegah wanita yang mengalami kerusakan mitokondria mewariskannya kepada bayi mereka. Bayi pertama di dunia yang lahir dengan teknik ini dilaporkan lahir di Amerika Serikat pada 2016.
Cacat genetik dapat menyebabkan penyakit seperti distrofi otot, epilepsi, masalah jantung, dan cacat intelektual. Sekitar satu dari 200 anak di Inggris terlahir dengan kelainan mitokondria. Hingga saat ini, 32 pasien telah diberi wewenang untuk menerima perawatan tersebut.
Metode eksperimental ini dilakukan dengan mengambil materi genetik pada sel telur dan embrio wanita dengan kelainan mitokondria. Lalu, para ilmuwan mentransfernya ke dalam sel telur atau embrio donor yang masih memiliki mitokondria sehat tetapi sisa DNA kuncinya telah dihilangkan.
Embrio yang telah dibuahi kemudian dipindahkan ke dalam rahim ibu. Materi genetik dari sel telur yang didonasikan hanya terdiri dari kurang dari satu persen dari anak yang dihasilkan dari teknik ini.
"Perawatan donasi mitokondria menawarkan kemungkinan bagi keluarga yang memiliki kelainan mitokondria untuk memiliki anak sehat," kata HFEA dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir AP, Kamis (11/5/2023).
Inggris mengharuskan setiap wanita yang menjalani perawatan ini untuk menerima persetujuan dari HFEA. Regulator mengatakan bahwa untuk memenuhi syarat, keluarga harus tidak memiliki pilihan lain untuk menghindari penularan penyakit genetik.
Banyak kritikus yang menentang teknik reproduksi buatan, dengan alasan bahwa teknik eksperimental tersebut belum terbukti aman. Kritikus menilai, masih ada cara lain untuk menghindari mewariskan penyakit kepada anak-anak mereka, seperti donor sel telur atau tes skrining.