Senin 15 May 2023 16:45 WIB

Kenaikan Harga Telur di Kota Malang Berimbas pada Berkurangnya Pembeli

Jumlah pembeli komoditas telur menurun sampai 50 persen.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Pedagang di pasar tradisional Kota Malang menjual komoditas telur yang kini harganya merangkak naik, Senin (15/5/2023).
Foto: Wilda Fizriyani
Pedagang di pasar tradisional Kota Malang menjual komoditas telur yang kini harganya merangkak naik, Senin (15/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah komoditas di Pasar Oro-Oro Dowo, Kota Malang, Jawa Timur, mengalami kenaikan harga, Senin (15/5/2023). Hal ini diungkapkan oleh penjual sembako di salah satu kios Pasar Oro-Oro Dowo, Agnes (24 tahun).

Menurut Agnes, kenaikan harga komoditas  sudah mulai terjadi sejak sebelum dan sesudah Lebaran. Khusus telur, kenaikan terjadi saat mulai memasuki masa Lebaran lalu. "Naiknya sekitar dari Rp 28 ribu per kilogram, lalu jadi Rp 29 ribu hingga Rp 32 ribu untuk hari ini," kata Agnes saat ditemui Republika.

Agnes sendiri tidak mengetahui pasti mengapa harga telur terus merangkak naik. Namun, dari informasi yang diterima, hal ini karena harga pakan ayam yang terus naik. Sebab itu, sebagian besar harga telur di berbagai daerah juga mengalami kenaikan.

Tidak hanya telur, komoditas bawang merah dan bawang putih juga mengalami kenaikan harga. Harga bawang merah yang dia ambil dari Probolinggo meningkat dari Rp 44 ribu sampai Rp 50 ribu per kg.

Kemudian, harga bawang putih kating melonjak dari Rp 32 ribu menjadi Rp 38 ribu, sedangkan bawang putih biasa berubah dari Rp 28 ribu menjadi Rp 36 ribu per kg. Menurut Agnes, kenaikan harga bawang terjadi setelah masa Lebaran 2023.

Kondisi itu terjadi lantaran bawang yang disimpan kontainer banyak mengalami kerusakan. Selain itu, musim yang tidak menentu membuat bawang mudah busuk.

Dari sejumlah komoditas tersebut, Agnes mengaku harga telur yang memiliki dampak terbesar bagi penjualannya. Jumlah pembeli telur di tempatnya menurun sampai 50 persen. Meskipun demikian, para pembeli umumnya tetap membeli telur karena pasar di wilayahnya kebetulan didominasi kalangan menengah ke atas.

Adapun dari sisi penjual, Agnes mengaku terpaksa mengurangi jumlah peti yang biasanya dia beli untuk dijual kembali. Jumlahnya berkurang dari 10 peti menjadi empat sampai lima peti. Satu peti sendiri biasanya berisi 10 kilogram (kg) telur ayam.

Melihat kondisi tersebut, Agnes berharap harga komoditas di Kota Malang dapat terus stabil. "Tidak perlu dimurahkan, tidak apa-apa dan juga jangan terlalu tinggi juga. Soalnya kalau terlalu murah kasian peternak dan petaninya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement