REPUBLIKA.CO.ID, MANAMAH — Raja Salman Al Khalifa memerintahkan Institusi pendidikan Bahrain untuk tidak menerapkan perubahan apa pun pada kurikulum yang "tidak kompatibel dengan nilai-nilai nasional Bahrain yang dirancang untuk melindungi agama dan pilar intinya."
Pengumuman itu datang pada Selasa (16/5/2023) menyusul isu yang diangkat oleh para kritikus mengenai pelajaran soal Israel dan perubahan pada peta wilayah Israel-Palestina yang masih menjadi konflik di Timur Tengah agar masuk dalam pelajaran sekolah.
Dilansir dari Middle East Monitor pada Rabu (17/5/2023), sebuah pernyataan dari pemerintah, dibagikan secara online, mengatakan, "Yang Mulia memerintahkan Menteri Pendidikan untuk memastikan kurikulum pendidikan mematuhi ajaran Islam, sejalan dengan Piagam Aksi Nasional dan Konstitusi."
“Yang Mulia menegaskan kembali bahwa agama Islam tidak dapat diganggu gugat dan harus dihormati dan dilindungi dengan segala cara," tambahnya.
Sebelumnya, Amandemen dibuat untuk mata pelajaran di sekolah dasar, termasuk pelajaran tentang normalisasi hubungan antara Negara Teluk dan Israel dan penghapusan pelajaran tentang orang Yahudi.
Perubahan tersebut memicu pengkhotbah dan cendekiawan, mengeluarkan pernyataan yang menyerukan Kementerian Pendidikan untuk mempertimbangkan kembali amandemen tersebut, yang menghasilkan perintah dari Putra Mahkota untuk menangguhkan pengajaran tentang Israel dan kesepakatan normalisasi.
Bahrain dan Israel menandatangani normalisasi kedepakatan Perjanjian Abraham yang ditengahi AS di Washington pada September 2020 dan, sejak itu, mereka telah bertukar diplomat dan menandatangani perjanjian keamanan dan perdagangan.
Namun, normalisasi Manama dengan Israel telah terbukti secara luas tidak populer oleh warga Bahrain yang secara rutin mengadakan unjuk rasa menentang keputusan 2020.