REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Silaturahmi dan dekat dengan para ulama adalah benteng diri dari setiap keburukan dan kerasnya hati. Sebaliknya jauh dengan ulama akan membuat diri semakin mudah untuk terjerumus kepada kemaksiatan, sulit keluar dari perbuatan dosa, dan hidup yang terus terpuruk.
Maka dari itu ketika merasa bahwa diri selalu berbuat maksiat, bergelimang dosa, kehidupan terpuruk, tidak meraih kebahagiaan yang hakiki, maka segeralah beristighfar berobat pada Allah SWT, dan segera mendatangi majelis-majelis ilmu, serta bersilaturahmi kepada ulama meminta nasehatnya.
Sebab dengan istiqomah berada di majelis ilmu dan dekat dengan ulama akan mendatangkan banyak kemaslahatan dalam hidup sehingga perlahan kehidupan pun akan semakin baik, hati menjadi tenang dan damai, serta terhindar dari kemaksiatan. Sebaliknya orang yang tidak mau berkumpul dengan ulama maka akan terus berada dalam kesumpekan, dan hatinya akan keras dalam arti akan sulit menerima kebaikan, tidak bisa memilah perkara haq dan bathil serta hidupnya akan terus berada dalam jurang kemaksiatan.
Sebagaimana wasiat Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib dalam kitab Wasiyatul Mustofa yang disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani.
يَا عَلِيُّ، إِذَا مَضَى عَلَى الْمُؤْمِنِ أَرْبَعُوْنَ صَبَاحًا وَلَمْ يُجَالِسِ الْعُلَمَاءَ قَسَى قَلْبُهُ وَجَسُرَ عَلَى الْكَبَائِرِ لِأَنَّ الْعِلْمَ حَيَاةُ الْقَلْبِ
Wahai Ali, jika melampaui 40 hari seorang Mukmin tidak berkumpul dengan ulama (seperti tidak mau silaturahmi dengan ulama, mendengarkan nasihat ulama, datang ke pengajian atau majelis ilmu para ulama) maka jadi keras hatinya dan berani untuk melakukan dosa-dosa besar. Karena sesungguhnya ilmu itu adalah kehidupan hati.