REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berhasil menangkap delapan pelaku pengedaran obat berbahaya jaringan Yogyakarta, Garut, dan Jakarta. Kedelapan pelaku tersebut antara lain RY (23), GG (24), dan AD (26) yang merupakan warga Yogyakarta. Kemudian MR (23), AW (35), dan AS (34) merupakan warga Sleman. Kemudian LH (34), warga Jakarta Barat dan SR (42) yang merupakan warga Secanggang, Langkat, Sumatera Barat.
"Barang bukti yang berada di depan ini adalah sejumlah 202.841 butir," kata Kasubbid Penmas Bid Humas Polda DIY AKBP Verena SW, Selasa (23/5/2023).
Kedelapan pelaku ditangkap di lima TKP. Kasubdit 2 Ditresnarkoba Polda DIY, AKBP Erma Wijayanti mengungkapkan terbongkarnya kasus tersebut berawal dari adanya laporan warga di daerah Gedongtengen, Kota Yogyakarta terkait penyalahgunaan narkoba.
Pelaku yang pertama kali ditangkap yaitu RY dari hasil pengembangan, RY diketahui membeli obat-obatan tersebut dari AW. Polisi kemudian melakukan pengembangan yang mengarahkan kepada pelaku berinsial GG dan MR.
"Dari keduanya kita amankan tiga butir dan enam butir (trihex). Kemudian dari MR setelah diintrogasi didapatkan keterangan bahwa dia barangnya dari AW. Dari AW kita amankan 1.097 trihex dan 15 butir alprazolam," ungkapnya.
Kepada polisi AW mengaku bahwa dirinya membeli obat-obatan berbahaya dari AS yang diketahui berada di daerah Garut, Jawa Barat. Selanjutnya petugas melakukan pengejaran terhadap AS dan berhasil melakukan penangkapan pada hari Sabtu 6 Mei 2023, pukul 08.00 WIB di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Selanjutnya, polisi juga melakukan penangkapan terhadap LH di Tangerang Selatan. "Kemudian dari LH kita mengarah ke, kita tangkap lagi SR. Kita temukan barang bukti trihexyphenidyl 30 ribu butir, kemudian tramadol 35 ribu, dextral 50 ribu," beber Erma.
Erma menambahkan, jaringan pengedar tersebut menargetkan pelajar sebagai pembeli. Tak hanya itu mereka juga menargetkan anak-anak putus sekolah.
Adapun obat-obatan itu dijual dengan harga variatif sesuai kemasan. Mulai dari Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu untuk yang paling murah.
"Namun demikian kalau misalnya psikotropika bukan yang obat keras itu bisa mencapai 1 lembarnya itu Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu, dan mereka (konsumen) memang lebih suka menggunakan obat-obat keras ini karena memang harganya lebih terjangkau. Efeknya bisa mengurangi ketenangan, kemudian timbul keberanian," papar Erma.