REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi B DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengkaji pemanfaatan gelombang laut sebagai salah satu sumber energi yang dapat diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Ketua Komisi B DPRD DKI, Ismail menilai, letak geografis Jakarta yang strategis seharusnya menjadikan gelombang laut sebagai energi alternatif.
Sejauh ini. Raperda RUED memfokuskan target pemakaian energi baru terbarukan (EBT). Terdiri dari tenaga surya, bio energi atau sampah, tenaga angin (bayu), bahan bakar nabati, dan hidrogen.
Hal itu ditandai dengan cara Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), serta Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hidrogen (PLTH).
"Saya belum melihat di sini (pembahasan Raperda RUED) salah satu varian energi terbarukan dari kinetis gelombang laut. Indonesia secara umum itu kan luas kepulauan, luas perairannya lebih besar dibanding daratan, artinya ini juga satu hal yang perlu dikaji. Saya pikir di Kepulauan Seribu, atau yang di wilayah dekat perairan ini lebih cocok dan sangat membantu," kata Ismail di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2023).
Menanggapi hal itu, Tenaga Ahli Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI, Utomo menyampaikan, memang energi gelombang laut sampai saat ini belum dilakukan pengkajian. Pihaknya akan mengupayakan agar usulan tersebut bisa ditindaklanjuti.
"Energi gelombang laut menurut data yang ada, potensi yang ada, masih belum teridentifikasi. Jadi untuk sementara kita masih belum menghitung potensi energi laut yang bisa dimanfaatkan DKI Jakarta, tetapi kita memasukkan juga apabila ada, nanti akan kita hitung di penggunaan energi tersebut," ujar Utomo.
Saat ini, Jakarta merupakan satu dari empat provinsi terakhir yang belum punya Perda RUED. Sehingga pembahasan mengenai hal itu sangat urgen.