REPUBLIKA.CO.ID, BEOGRADE -- Ketegangan antara Serbia dan Kosovo terus meningkat. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell mendesak pihak berwenang Kosovo untuk menangguhkan operasi polisi di sekitar area kota di utara Kosovo dan menyiapkan pertemuan.
"Sebagai langkah pertama, saya berharap pihak berwenang Kosovo menangguhkan operasi polisi yang berfokus pada gedung-gedung kota di utara Kosovo, dan agar pengunjuk rasa yang kejam mundur. Saya akan terus terlibat dengan kedua pemimpin," ujar Borrell setelah kontak dengan Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic dikutip dari Anadolu Agency.
Dalam sebuah pernyataan, Borrell mengatakan, blok tersebut mengharapkan para pihak untuk bertindak secara bertanggung jawab. Dia meminta kedua negara segera terlibat dalam dialog yang difasilitasi UE untuk menemukan solusi berkelanjutan yang menjamin keselamatan dan keamanan.
“Untuk itu, saya sedang mengorganisir pertemuan tingkat tinggi mendesak yang didukung oleh Perwakilan Khusus UE Miroslav Lajcak,” kata Borrell.
Lebih dari 53 warga sipil menderita luka akibat bom kejut dan gas air mata. Menurut Direktur Pusat Rumah Sakit Klinik di kota yang didominasi Serbia yang menjadi tempat bentrokan Mitrovica, Zlatan Elek, satu orang menjalani operasi dan dalam perawatan intensif.
Sementara itu, sekitar 30 tentara misi penjaga perdamaian internasional pimpinan NATO di Kosovo (KFOR) terluka dalam bentrokan dengan demonstran Serbia pada Senin (29/5/2023). Ketegangan telah mencengkeram Kosovo dengan pengunjuk rasa dan pasukan keamanan yang bentrok di kota-kota yang didominasi orang Serbia utara di Kosovo atas pemilihan walikota etnis Albania.
Sejak Senin pagi, pengunjuk rasa Serbia telah berkumpul di luar kota Zvecan yang didominasi Serbia di Kosovo utara. Mereka melarang walikota Albania yang baru terpilih memasuki tiga gedung kota.
Para pengunjuk rasa berusaha untuk menembus penjagaan polisi di depan balai kota. Kepolisian menyatakan, mereka menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Unit KFOR juga menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan para pengunjuk rasa. Mereka tetap tidak mundur dan membalas menyerang menggunakan batu dan tongkat.
Bulan lalu, orang-orang Serbia Kosovo memboikot pemilihan pemerintah daerah untuk empat kotamadya di utara negara itu. Menurut Komisi Pemilihan Pusat Kosovo (KQZ), hanya 3,47 persen pemilih yang berhak memberikan suara.
Setelah pemilihan, UE mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa jumlah pemilih yang rendah tidak memberi pemerintahan kota solusi politik jangka panjang. Saat ketegangan meningkat di wilayah tersebut, Serbia memerintahkan tentaranya untuk maju ke perbatasan dengan Kosovo dan mendesak NATO untuk menghentikan kekerasan terhadap orang Serbia lokal di Kosovo.
Warga Serbia Kosovo meminta Vucic untuk menangguhkan proses dialog yang sedang berlangsung untuk normalisasi hubungan dengan Kosovo pada pekan lalu. Kosovo menyatakan kemerdekaannya pada 2008 dan tidak pernah diakui tetangganya Serbia.
UE membutuhkan Kosovo dan Serbia untuk mencapai kesepakatan akhir. Aliansi itu perlu melihat kedua pihak tersebut menyelesaikan perselisihan untuk maju dalam integrasi ke dalam blok tersebut.