Kamis 01 Jun 2023 16:19 WIB

Ini 5 Kemungkinan Putusan MK Soal Sistem Pemilu Versi Denny Indrayana

Kalaupun mau mengubah sistem, maka serahkanlah kepada proses legislasi di parlemen.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Denny Indrayana.
Foto: Republika.co.id
Denny Indrayana.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Denny Indrayana memprediksi, ada lima bentuk putusan yang kemungkinan diambil Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka. Mantan wakil menteri hukum dan HAM itu menyebut, lima prediksinya tersebut sebagai 'bocoran'. 

"Mau tahu putusan MK soal pemilihan legislatif? Ada lima 'bocoran' terkait arah putusan MK tersebut," kata Denny lewat keterangan tertulisnya, Kamis (1/6/2023). 

Pertama, MK memutuskan tidak menerima gugatan pemohon. Artinya, pemohon dianggap tidak berhak mengajukan gugatan. Dengan demikian, sistem proporsional terbuka tetap digunakan dalam Pemilu 2024. 

Kedua, MK memutuskan menolak permohonan. Dengan begitu, sistem proporsional terbuka juga akan tetap digunakan dalam gelaran Pemilu 2024. 

Ketiga, MK memutuskan mengabulkan seluruh permohonan. Artinya, sistem pemilu berubah menjadi proporsional tertutup alias sistem coblos partai. MK bisa saja memerintahkan agar sistem proporsional tertutup itu diterapkan mulai Pemilu 2024, atau dipakai mulai Pemilu 2029. 

Keempat, MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan. Kemungkinan, kata Denny, MK akan memerintahkan agar pemilu menggunakan sistem campuran, yakni sistem proporsional tertutup dengan memperhatikan perolehan suara calon anggota legislatif (caleg). MK bisa memutuskan sistem campuran ini berlaku mulai dari Pemilu 2024, atau mulai Pemilu 2029. 

Kelima, MK memutuskan mengabulkan sebagian. Denny memprediksi MK bakal memutuskan pemilu menggunakan sistem campuran beda level. "Misalnya sistem tertutup untuk DPR, namun sistem terbuka untuk DPR provinsi dan kabupaten/kota, atau sebaliknya," ujarnya. Penerapannya bisa mulai dari Pemilu 2024, atau ditunda untuk Pemilu 2029. 

Menurut Denny, apabila MK memutuskan pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup dan berlaku mulai Pemilu 2024, maka kemungkinan akan terjadi empat bentuk kekacauan politik. Pertama, partai politik terpaksa menyusun ulang daftar bakal caleg-nya yang sudah terlanjur diserahkan ke KPU dengan logika sistem proporsional terbuka. 

Kedua, banyak bakal caleg yang mengundurkan diri karena tidak mendapatkan nomor urut kecil atau teratas dalam daftar caleg partai. Sebagai catatan, dalam sistem proporsional tertutup, nomor urut merupakan penentu caleg mana yang berhak menenangkan kursi anggota dewan.

"Ketiga, ada potensi terjadi perebutan, bahkan perkelahian, dan jual beli nomor urut," kata Denny. Keempat, tiga kekacauan sebelumnya akan mengakibatkan persiapan Pemilu 2024 terganggu. 

Karena itu, Denny mendorong, agar MK menolak gugatan tersebut dengan argumentasi bahwa pilihan sistem pemilu merupakan open legal policy alias kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan lembaga pembentuk undang-undang. Dengan begitu, sistem proporsional terbuka tetap berlaku dalam Pemilu 2024. 

"Kalaupun mau mengubah sistem, maka serahkanlah kepada proses legislasi di parlemen," kata pria yang berprofesi sebagai advokat itu. Perubahan sistem lewat parlemen itu sebaiknya dilakukan setelah gelaran Pemilu 2024. 

Kendati mendorong agar gugatan itu ditolak, Denny juga tak menutup mata bahwa MK bisa saja memutuskan menerima permohonan seluruhnya sehingga sistem proporsional tertutup yang berlaku. Jika benar demikian, Denny berharap, agar MK tidak memberlakukan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 karena akan menimbulkan kebingungan dan kekacauan. 

"Kalau tetap berketetapan mengubah menjadi sistem tertutup, (sebaiknya) dilaksanakan untuk pemilihan legislatif Pemilu 2029," kata Denny, sosok yang menjadi wakil menteri di era Presiden SBY. 

Adapun MK telah menyatakan akan segera memutuskan perkara uji materi sistem proporsional terbuka ini. MK telah selesai menggelar sidang pemeriksaan pada pekan lalu. MK juga telah menerima berkas kesimpulan akhir dari para Pihak dan Pihak Terkait pada Rabu (31/5/2023). 

Juru bicara MK, Fajar Laksono mengatakan, sembilan hakim konstitusi akan segera menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menentukan putusan. Setelah itu, MK akan mengagendakan sidang pembacaan putusan. 

Gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka ini diajukan oleh enam warga negara perseorangan pada akhir 2022 lalu. Para penggugat yang salah satunya merupakan kader PDIP meminta MK memutuskan pemilihan legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut calon anggota legislatif (caleg) yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. 

Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan. Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen. Sistem ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019. 

Pakar politik punya pandangan beragam terkait sistem mana yang paling tepat digunakan untuk pemilu di Indonesia. Sebagian menilai sistem proporsional terbuka yang cocok. Sebagian lain menilai sistem proporsional tertutup yang baik. Ada pula yang menilai sistem proporsional tertutup yang tepat asalkan internal partai politik diperbaiki terlebih dulu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement