REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mengapa warga Muhammadiyah tidak membaca doa qunut saat shalat Subuh? Pertanyaan ini masih diajukan banyak Muslim di Indonesia hingga sekarang. Tidak jarang menjadi perdebatan, yang seharusnya tidak. KH Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha dan Ustadz Adi Hidayat memberikan penjelasan soal ini.
Doa qunut memang menjadi salah satu perbedaan fiqih yang kerap kali dihubungkan dengan dua organisasi Islam terbesar NU dan Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah diketahui tidak membaca doa Qunut ketika Sholat Subuh, sementara warga NU membaca doa qunut.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha mengatakan perbedaan fiqih tersebut adalah hal yang biasa dalam Islam.
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA ini menyatakan perbedaan seperti qunut dalam lingkungan NU dan Muhammadiyah hanya berbeda pandangan fiqih.
Muhammadiyah, ujar Gus Baha, mengikuti pendapat fiqih Imam Abu Hanifah yang tidak qunut subuh. Sementara itu warga NU mengikuti pendapat Imam Syafi'i yang qunut subuh.
"Kita juga sepakat dengan ilmunya, kita tahu Imam Abu Hanifah itu tidak qunut, Imam Syafi'i itu qunut. Tidak qunut itu mazhabnya Imam Abu Hanifah bukan mazhabnya Mbah Ahmad Dahlan, kita (NU) qunut mazhabnya Imam Syafi'i bukan mahzhabnya Mbah Hasyim," kata Gus Baha dalam satu ceramahnya.
Gus Baha menilai, perdebatan antara NU dan Muhammadiyah karena kerap membawa identitas dalam memandang perbedaan. Padahal tokoh-tokoh terdahulu dua ormas mengedepankan dialog ilmu, sehingga saling memahami perbedaan.
"Dulu itu tidak ada masalah, karena semua dianalisis dengan ilmu. Sekarang pakai identitas, tidak qunut itu Muhammadiyah, yang qunut itu NU. Kan jadi repot. Dulu itu kita pengagum NU, bukan pengagum perbedaan," ucap Gus Baha.
Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan Muhammadiyah tidak mempersoalkan penggunaan doa qunut. Bahkan, kata dia, tidak pernah memfatwakannya sebagai bid'ah.
"Muhammadiyah tidak mempersoalkan qunut. Saya belum pernah menemukan di Majelis Tarjih Muhammadiyah menfatwakan qunut bidah. Tak pernah saya temukan (fatwa bidah soal doa qunut dari Muhammadiyah)," kata UAH dalam satu ceramahnya.
Bahkan, kata UAH, faktanya ketika melaksankan sholat berjamaah, bila imam memakai doa qunut ketika sholat subuh, jamaah di belakang tetap mengaminkan.
"Ketika imamnya di depan tidak qunut makmumnya di belakang tidak perlu sujud sahwi. Di tataran konsep di atas sudah selesai," kata UAH.
UAH menyebut penyebab sering terjadinya perbedaan seringkali karena informasi yang belum tuntas dari atas ke akar rumput atau jamaah di bawah.
"Apa yang menyebabkan informasi tidak tuntas informasi di bawah karena belum tampilnya dan disemarakannya dakwah seperti Gus Baha, Gus Qoyum, di Muhammadiyah ada kami dan teman-teman yang lain," kata UAH.