REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Peneliti senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Joko Budi Santoso menilai bahwa manajemen data pangan menjadi kunci penting untuk mengantisipasi dampak El Nino atau kemarau ekstrem di Indonesia. Joko mengatakan, dengan adanya manajemen data pangan tersebut, akan menjadi dasar pengambilan kebijakan oleh pemerintah untuk memitigasi risiko dari dampak El Nino.
"Intinya manajemen data sangat penting sebagai dasar kebijakan untuk memitigasi risiko El Nino, baik dari sisi konsumsi maupun produksi," kata Joko, Senin (12/6/2023).
Joko menjelaskan, keberadaan data kebutuhan permintaan bahan pangan penting seperti beras dan komoditas pangan lainnya untuk kebutuhan rumah tangga dan industri, perlu penyesuaian dengan data produksi. Menurutnya, dengan data yang tersinkronisasi dengan baik, bisa menjadi modal awal untuk pengambilan langkah-langkah pemerintah dalam upaya untuk menyeimbangkan permintaan dengan pasokan, terlebih pada saat terjadi El Nino yang bisa berdampak terhadap gagal panen.
Jika permintaan relatif terjaga sementara produksi beras termasuk komoditas pangan lainnya mengalami gangguan, maka dari sisi pasokan dipastikan mengalami kendala. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah antisipatif.
"Langkah-langkah antisipatif menjaga pasokan dapat dilakukan, salah satunya dengan mengeluarkan stok yang dimiliki Bulog, atau bahkan membuka kran impor sebagai alternatif terakhir," katanya.
Ia menambahkan, jika permintaan tetap dan pasokan atau produksi juga dalam kondisi baik. Namun, ada kenaikan harga, maka hal tersebut menjadi indikasi awal adanya permainan harga oleh pelaku pasar.
"Dengan kondisi itu, mengindikasikan bahwa manajemen informasi kebutuhan pangan dengan produksi kurang sinergi," katanya.
Dengan informasi permintaan kebutuhan pangan dan mitigasi risiko dampak El Nino, maka kebijakan yang diambil pemerintah akan lebih tepat sasaran, khususnya dalam upaya untuk menjaga stabilitas harga pangan. Stabilitas harga pangan, menurutnya, merupakan salah satu hal yang sangat penting karena berkaitan langsung dengan angka kemiskinan di Indonesia, mengingat sebagian besar kelompok masyarakat mengalokasikan pendapatan untuk kebutuhan pangan.
"Jika harga pangan naik, maka otomatis garis kemiskinan naik. Sehingga ketika garis kemiskinan naik dan pendapatan tetap, maka akan semakin banyak masyarakat di bawah garis kemiskinan," katanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan pernyataan untuk mewaspadai adanya potensi El Nino atau musim kemarau ekstrem pada 2023 yang akan menyebabkan penurunan curah hujan di Indonesia. Kewaspadaan untuk menghadapi musim kemarau ekstrem yang diperkirakan terjadi pada Juli-Agustus 2023 perlu dilakukan pemerintah, mengingat akan memberikan dampak terhadap sektor produksi pangan di dalam negeri.