Senin 12 Jun 2023 22:58 WIB

Di mana Letak Keadilan Pemerintah Melarang Ekspor Mineral Mentah

SPEBINDO minta pemerintah adil soal larangan ekspor mineral mentah.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Erdy Nasrul
kapal pengangkut bauksit
Foto: antara
kapal pengangkut bauksit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menetapkan keputusan untuk melarang ekspor mineral mentah, utamanya bauksit pada Sabtu (10/6/2023). Keputusan ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang ditandatangani Presiden Joko Widodo bersama DPR pada tahun 2020 silam.

Ketua Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (ASPEBINDO) Anggawira mengatakan dirinya pada dasarnya setuju dengan kebijakan tersebut. Pasalnya, hal itu sudah menjadi amanat dari undang-undang yang harus dijalankan oleh setiap warga negara.

Baca Juga

“Yang menjadi problem bukan soal implementasinya, tetapi soal keadilannya. Pemerintah melarang ekspor bauksit ditetapkan per 10 Juni kemarin, dan menyusul mineral mentah lainnya. Tetapi di sisi lain, ada mineral mentah lainnya yang masih diberikan izin untuk ekspor, di mana letak keadilannya," ujar Angga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (12/6/2023).

Angga mengatakan pemerintah memang masih memberikan izin bagi para eksportir tembaga untuk melakukan ekspor mineral mentah keluar negeri hingga 2024 mendatang, dengan pertimbangan progres pembangunan smelternya sudah mencapai di atas 50 persen. Angga menyebut lima perusahaan yang tercatat mendapatkan izin dari pemerintah untuk tetap mengekspor konsentrat tembaga dengan ketentuan khusus, di antaranya adalah PT Freeport Indonesia dan juga PT Amman Minerals Industri (AMNT).

"Kenapa relaksasi izin ekspor tembaga diberikan pada perusahaan besar macam PTFI dan Amman? Seharusnya kalau pemerintah ingin membantu, bantulah pengusaha tambang yang kecil, bukannya memberikan karpet merah bagi pemilik perusahaan besar," ucap pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal BPP HIPMI tersebut. 

Di sisi lain, Angga meminta hilirisasi di sektor mineral tidak hanya berhenti pada pembangunan smelter belaka, namun harus dilanjutkan dan didukung oleh penyerapan hasil olahan mineral oleh industri di dalam negeri. Angga meminta adanya komitmen dan political will berkesinambungan dari pemerintah guna membawa Indonesia naik kelas menjadi negara maju. 

"Jangan sampai aturannya berubah lagi, sebab kami sebagai pengusaha butuh kepastian aturan main dalam industri agar bisa bergerak cepat dan memastikan comply pada peraturan yang ada. Kami siap bersama-sama dengan pemerintah untuk memajukan Indonesia, khususnya, melalui sektor minerba," kata Angga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement