REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah akan terus menindak perusahaan atau lembaga penyalur para Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri yang mengabaikan legalitas aktivitasnya. Kendati 26 kasus telah diungkap dalam sepekan terakhir, belum akan menghentikan upaya penegakan hukum dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kepala Satgas (Kasatgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kasatgas TPPO) Polda Jateng, Brigjen Pol Abiyoso Seno Aji mengungkapkan, TPPO menjadi kasus yang mendapatkan atensi dari Presiden RI. Sehingga Kapolri menginstruksikan penegakan hukum TPPO ini untuk ditindaklanjuti oleh Polda jajaran.
“Maka selain pengungkapan ini, Satgas TPPO Polda Jateng masih akan bekerja dan tetap akan melakukan pengamatan di wilayah hingga melakukan pengecekan kepada perusahaan penyalur tenaga/pekerja migran,” jelasnya di Semarang.
Dalam rangka penegakan hukum terhadap praktik TPPO ini, Polda Jateng juga akan menggandeng stakeholder terkait, karena tindak pidana TPPO ini juga terkait dengan pemangku keentingan lainnya.
Seperti pihak Imigrasi yang terkait pengurusan visa dan paspor, kementerian tenaga kerja terkait persyaratan maupun izin penyelenggaraan penyaluran tenaga kerja, maupun stakeholder terkait lainnya.
Dari sejumlah kasus yang telah diungkap Polda Jateng, ditemukan fakta ada perekrutan dan pengiriman tenaga kerja yang setelah dilakukan penyidikan ada yang menggunakan visa wisatawan.
Sebelumnya, dalam pengungkapan yang dilakukan di wilayah hukum Polres Pemalang juga terungkap, perusahaan penyalur mengirimkan pekerja migran untuk dipekerjakan sebagai awak kapal di luar negeri.
Namun faktanya perusahaan yang bersangkutan tidak memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yang Secara kewenangan diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI.
Atau juga perusahaan yang telah melakukan penempatan tenaga kerja migran tetapi tidak memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI.
Dari praktik ini, baik perusahaan penyalur tenaga kerja maupun perseorangan bisa meraup keuntungan pribadi sebesar kurang lebih Rp 5 juta dari tiap tenaga kerja migran, berupa fee ketika calon PMI telah diberangkatkan.
Sedangkan dari hasil pemeriksaan penyidik, diperkirakan akumulasi keuntungan yang telah diraup diperkirakan sudah mencapai kurang lebih Rp 2,5 miliar. “Kerugian yang dialami para korban diperkirakan mencapai Rp 5,3 miliar,” tegasnya.