Kamis 15 Jun 2023 09:38 WIB

Mempertanyakan Ideologi PSI: Kini Dukung Kaesang, Padahal Dulu Sangat Anti Politik Dinasti

PSI dinilai kehilangan jati dirinya sebagai partai berideologi politik pembaruan.

Baliho bergambar putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023). Baliho yang dipasang oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Depok itu untuk memperkenalkan sosok Kaesang kepada warga yang nantinya akan diusung oleh partai tersebut pada Pilkada 2024.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Baliho bergambar putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (23/5/2023). Baliho yang dipasang oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Depok itu untuk memperkenalkan sosok Kaesang kepada warga yang nantinya akan diusung oleh partai tersebut pada Pilkada 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, M Noor Alfian Choir, Dessy Suciati Saputri

Konsistensi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tentang sikapnya terhadap politik dinasti disorot usai mendukung Kaesang Pangarep maju di Pemilihan Wali Kota Depok (Pilwakot) 2024. Hal ini karena jika Kaesang serius maju Pilwakot Depok, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu akan mengikuti jejak ayahnya, kakaknya Gibran Rakabuming Raka hingga kakak iparnya Bobby Nasution ke politik.

Baca Juga

Padahal, saat awal pendiriannya, PSI begitu keras dan tegas melawan politik dinasti karena dinilai sendi-sendi demokrasi.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut PSI saat ini sudah kehilangan arah serta identitas dari sejak pendiriannya. Menurut dia, saat ini PSI juga sudah tidak memiliki ideologi politik pembaruan.

"Pasca-Grace Natalie dan Raja Juli tidak lagi di struktur harian, PSI sudah tidak lagi miliki ideologi politik pembaruan sebagaimana yang diusung sejak awal, itulah sebab PSI lebih seperti partai tanpa nahkoda, tak punya arah dan hanya kejar popularitas," ujar Dedi dalam keterangannya, Kamis (15/6/2023).

Dedi mengatakan, meski tergolong partai baru, PSI justru kian tertinggal. Karena itu, berbagai upaya dilakukan salah satunya dengan menggantungkan popularitasnya dengan menempel tokoh populer seperti Jokowi atau Kaesang.

Dia menilai, PSI hanya melihat peluang elektoral dari sentimen ketenaran Kaesang, yang berimbas melupakan cita-cita politik yang pernah diusung PSI.

"Kaesang hanya dijadikan lelucon politik, dan bisa saja akan berhasil tingkatkan popularitas PSI karena pemilih hari ini juga kian tidak percaya pada partai," ujarnya.

Dampak buruknya, menurut Dedi, alih-alih dianggap partai muda yang mengusung semangat baru, justru dianggap partai kolonial.

"Pemikirannya jauh mundur ke belakang, karena hanya andalkan dukungan penguasa, cara 'menjilat' PSI ini akan berumur pendek, bisa saja 2024 akan jadi pemilu terakhir bagi PSI, terlebih jika kekuasaan ke depan berganti kelompok," kata Dedi.

 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement