REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Presiden Eeksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB), Rafly Rayhan Al Khajri mengaku seluruh hak administratif dan keuangan program kerja mereka diberkukan Wakil Rektor III. Menurut Rafly, tindakan ini bermula dari pernyataan Wakil Rektor III pada 31 Maret 2023 di hadapan Presiden EM.
Pimpinan UB tersebut, kata dia, sempat menyatakan keberatannya terhadap aksi penolakan anugerah Doktor Honoris Causa Menteri BUMN. "Termasuk aksi kemanusiaan tragedi Kanjuruhan dan aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja," jelas Rafly saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (18/6/2023).
Saat itu, Rafly menceritakan, Wakil Rektor III menghendaki tidak adanya aksi demontrasi di dalam maupun di luar kampus selama masa jabatannya. Hal ini sekaligus memberikan ancaman pencopotan jabatan serta pembekuan hak administratif dan keuangan program kerja EM UB.
Selanjutnya, forum pemanggilan kepada Presiden EM oleh Wakil Rektor III UB pada 5 Juni 2023 melalui surat tertanggal 4 Juni juga turut menyinggung beberapa hal. Poin pertama perihal aksi-aksi pergerakan EM UB dan seluruh elemen/entitas pergerakan mahasiswa lainnya di UB secara umum.
Selanjutnya, poin mengenai kritik oleh EM UB pada 2 April 2023 mengenai program Mahasiswa Membangun Desa 1.000 Desa (MMD-1000D). Surat itu juga menyinggung tentang kritik oleh EM Unibraw pada 4 Juni 2023 mengenai anugerah Perguruan Tinggi pelaksana program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) terbaik yang diterima oleh UB.
Lalu terakhir membahas mengenai pernyataan “Hari Lahir Istilah Pancasila” oleh EM UB pada 1 Juni 2023. Setelah hal-hal tersebut dilakukan, Wakil Rektor III melakukan pembekuan atau hambatan terhadap seluruh hak adminstratif dan keuangan program kerja EM UB.
Bahkan, meminta EM UB untuk segera mencabut unggahan kritik EM atas anugerah UB sebagai pelaksana program PPKS terbaik. Kemudian juga unggahan terkait pernyataan “Hari Lahir Istilah Pancasila”.
Intervensi terhadap kedaulatan lembaga mahasiswa...