REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menegaskan, proses pelanggaran kode etik dan pidana terhadap AKP SW yang terlibat kasus dugaan penipuan penerimaan anggota Polri masih berjalan.
"Proses pidana dan kode etik AKP SW saat ini masih berjalan," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
Ramadhan menjelaskan, pihak Ditkrimum dan Propam Polda Jawa Barat belum menerima informasi terkait adanya penyelesaian damai dalam kasus penipuan AKP SW terhadap seorang tukang bubur. Kasus tersebut, tambahnya, hingga kini masih ditangani Polda Jawa Barat.
"Proses masih ditangani Ditkrimum dan Bipropam Polda Jawa Barat. Terkait informasi adanya perdamaian tersebut, masih belum mendapat informasi," tambahnya.
Kasus penipuan yang melanda tukang bubur oleh anggota polisi berpangkat AKP menjadi perhatian publik. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pun memerintahkan Bid Propam Polda Jawa Barat untuk memproses pelanggaran kode etik dan pidana terhadap AKP SW.
Sebelumnya, Rabu (21/6), seorang tukang bubur asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, bernama Wahidin, selaku korban penipuan penerimaan anggota Polri, telah sepakat mencabut laporan dugaan penipuan oleh AKP SW, yang mantan kapolsek Mundu. Pencabutan laporan itu dilakukan setelah ada kesepakatan di antara kedua belah pihak.
Wahidin mengatakan, pencabutan laporan itu telah disepakati antara dirinya dan AKP SW (Supai Warna) berdasarkan kesepakatan bersama tanpa paksaan dari salah satu pihak.
Menurut Wahidin, hal yang telah dia perjuangkan sejak tahun 2021 sudah membuahkan hasil, di mana AKP SW telah memberikan haknya setelah proses perdamaian berlangsung.
Wahidin mengungkapkan pihaknya secara lapang dada menerima permohonan maaf dari AKP SWdan surat permufakatan damai bermeteraitelah ditandatangani kedua belah pihak dengan kehadiran beberapa saksi. Kasus dugaan penipuan penerimaan anggota Polri itu terjadi pada tahun 2021.
Korban menyerahkan uang sebesar Rp 310 juta kepadaAKP SW dan seorang pensiunan aparatur sipil negara (ASN) di Jakarta berinisial N sebesar Rp 310 juta. Dengan menyerahkan uang tersebut, kedua pelaku menjanjikan kepada korban bahwa anaknya akan diterima menjadi anggota polisi.