REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintah Cina mengecam keputusan Amerika Serikat (AS) mendakwa beberapa perusahaan dan individu asal Cina karena memasok bahan kimia untuk pembuatan fentanil. Penyalahgunaan fentanil tengah melonjak tajam di Negeri Paman Sam.
Kedutaan Besar (Kedubes) Cina di Washington menggambarkan tuntutan yang dilayangkan Departemen Kehakiman AS terhadap perusahaan dan individu Cina atas kasus penyuplaian bahan pembuatan fentanil sebagai 'operasi sengat'. “Ini secara serius merusak hak-hak sah warga negara dan perusahaan-perusahaan Cina yang bersangkutan,” kata Kedubes Cina dalam pernyataannya pada Ahad (25/6/2023), dikutip laman China Global Television Network.
Menurut Kedubes Cina, atas dakwaan tersebut, Washington telah secara serius merusak fondasi kerja sama anti-narkoba antara kedua negara. Selain itu, dakwaan otoritas AS terhadap individu dan perusahaan Cina juga dipandang menyesatkan publik atas upaya kontra-narkotika Negeri Tirai Bambu.
Kedubes Cina mendesak AS berhenti menggunakan isu fentanil sebagai dalih untuk memberikan sanksi atau mendakwa perusahaan asal negaranya. “Cina akan terus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan hak hukum perusahaan dan individu Cina,” katanya.
Pekan lalu, Departemen Kehakiman AS untuk pertama kalinya mendakwa perusahaan dan karyawan yang berbasis di Cina karena memasok bahan kimia pembuatan fentanil. Perusahaan terkait disebut secara terbuka mengiklankan bahan kimia untuk proses pembuatan fentanil di platform media sosial dan mengirimkannya secara diam-diam ke pembeli.
Menurut Jaksa Agung AS Merrick Garland, perusahaan Cina terkait menambahkan molekul untuk menghindari pengujian. Dua dari delapan orang yang didakwa telah ditangkap dalam penyelidikan Drug Enforcement Administration (DEA) terhadap empat perusahaan. DEA juga telah menyita 200 kilogram bahan kimia prekursor yang dibutuhkan dalam pembuatan fentanil.
Tingkat kematian akibat penyalahgunaan obat fentanil di AS melonjak tajam dalam lima tahun terakhir. Menurut laporan yang dirilis National Center for Health Statistics' National Vital Statistics System pada 3 Mei 2023 lalu, persentase kematian overdosis melibatkan fentanil meningkat sebesar 279 persen antara 2016 dan 2021, dari 5,7 per 100 ribu menjadi 21,6 per 100 ribu.
"Kami selalu berharap kami tidak akan melihat peningkatan kematian fentanil, tetapi ini benar-benar menyoroti bahwa ini terus menjadi masalah kesehatan masyarakat," kata Merianne Spencer, peneliti di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang turut menyusun laporan National Center for Health Statistics' National Vital Statistics System saat diwawancara ABC News.
Fentanil adalah obat untuk meredakan nyeri hebat, misalnya akibat kanker atau operasi. Fentanil juga bisa digunakan untuk meningkatkan efek obat bius ketika operasi. Di AS, tingkat kematian overdosis yang terkait dengan obat lain sebenarnya turut meningkat. Namun, kenaikannya lebih rendah dan tidak mencapai tingkat fentanil.
Dari 2019 hingga 2020 saja, tingkat kematian yang terkait dengan fentanil naik 55 persen. Sementara pada 2020-2021, angka kematiannya meningkat 24,1 persen. Pada 2 Mei 2023 lalu, Departemen Kehakiman AS dan FBI mengumumkan bahwa 300 orang ditangkap setelah operasi selama setahun melacak perdagangan fentanil dan opioid di web gelap. Menurut Drug Enforcement Administration Departemen Kehakiman AS, telah terjadi pergeseran dari pasar berbasis heroin ke pasar berbasis fentanil.
Pada 2021, di antara semua kelompok umur, fentanil merupakan obat dengan tingkat kematian akibat overdosis tertinggi. Namun, angka tertinggi di antara mereka yang berusia 35 hingga 44 tahun pada 43,5 per 100 ribu dan mereka yang berusia 25 hingga 34 tahun pada 40,8 per 100 ribu.