REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin (26/6/2023) akibat sentimen risk off yang dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi dari sikap agresif bank sentral dunia.
"Perkembangan terakhir, The Fed yang mensinyalkan masih akan menaikkan suku bunga 2 kali, RBA (Reserve Bank of Australia) dua kali mengejutkan pasar dengan kenaikan, BoE (Bank of England) mengejutkan pasar dengan kenaikan yang lebih besar pekan lalu," ujar dia di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Lebih lanjut, bank sentral disebut melihat upaya melawan inflasi masih jauh dari selesai. Hal ini dikhawatirkan akan semakin menekan pertumbuhan ekonomi global.
"Pada saat yang sama, China terlihat mengalami kesulitan mencapai target pertumbuhan," ujarnya pula.
Selain itu, dia melihat pelemahan rupiah turut dipengaruhi perkembangan di Rusia pascapemberontakan kelompok tentara bayaran Wagner. "Ketidakpastian ini memicu permintaan dolar AS sebagai safe haven dan mata uang emerging dihindari," kata Lukman.
Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,15 persen atau 23 poin menjadi Rp 15.021 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.998 per dolar AS. Sepanjang hari kemarin, rupiah bergerak dari Rp 15.006 per dolar AS hingga Rp 15.040 per dolar AS.