Selasa 04 Jul 2023 17:49 WIB

Pengamat Sebut Pangkal Masalah UKT Ada di Amanat Pemerintah yang tak Jelas

UKT dinilai hanya akal-akalan kampus melegalkan tarif mahal.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Dua mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa baju dansa di depan Gedung Kemendikbudristek, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Dalam aksinya para mahasiswa menuntut Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk menuntaskan polemik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan akibat mahalnya biaya kuliah di Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Dua mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa baju dansa di depan Gedung Kemendikbudristek, Jakarta, Jumat (10/2/2023). Dalam aksinya para mahasiswa menuntut Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk menuntaskan polemik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan akibat mahalnya biaya kuliah di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyebut amanat pemerintah yang tidak jelas yang membuat kampus ngawur menafsirkan dan menerapkan kebijakan uang kuliah tunggal (UKT). Pemerintah dia sebut semestinya memahami betapa mahalnya biaya kuliah.

“Amanat pemerintah yang tidak jelas berakibat pada ngawurnya kampus dalam menafsirkan dan menerapkan kebijakan UKT ini,” ujar Ubaid kepada Republika.co.id, Selasa (4/7/2023).

Baca Juga

Ubaid menerangkan persoalan terkait penentuan dan penetapan kategori UKT tersebut. Menurut dia, ketidakjelasan aturan dari pemerintah membuat kampus tidak jelas dalam menentukan UKT mulai dari penghitungan, pertimbangan yang dilakukan, mekanisme transparansi, hingga akuntanbilitas dalam proses penentuannya.

“Proses penentuannya bagaimana, cara menghitungnya bagaimana, apa saja yang perlu dipertimbangkan, mekanisme transparansi dan akuntabilitasnya bagaimana? Kan itu masih kabur dan multitafsir semua,” tegas dia.

Untuk itu, menurut Ubaid, pemerintah semestinya mengetahui betapa mahalnya biaya kuliah saat ini. Jika pemerintah mengetahui itu, maka buatlah kebijakan atau peraturan yang berkeadilan. Jangan sampai kembali terjadi kasus-kasus seperti yang ada saat ini.

“Pemerintah itu mestinya tahu betapa mahalnya biaya kuliah, bikinlah kebijakan atau aturan yang berkeadilan, Jagan seperti hari ini yang terjadi banyak diskriminasi hanya gara-gara miskin,” kata dia.

Dia juga menyebut status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN BH) yang memberikan otonom kepada kampus untuk mengelola keungan tak semerta-merta membuat kampus meringankan biaya kuliah bagi mahasiswanya. Sebaliknya, kampus justru semakin ketergantungan dengan biaya kuliah.

"Mestinya begitu (mencari keuntungan di luar dari biaya pendidikan). Tapi ini tidak dilakukan, kampus justru mengalami ketergantungan dengan biaya kuliah, dan ini dosis tarifnya terus naik," kata dia.

Ubaid melihat UKT yang diberlakukan sejak 2013 hanyalah akal-akalan kampus untuk melegalkan tarif mahal. UKT, kata dia, sangat memberatkan mahasiswa dan juga orang tua. Terlebih, dalam proses penentuan UKT dan kategori-kategorinya pun kampus-kampus tidak terbuka dan partisipatif.

"Proses penentuan besaran UKT itu gimana? Kemudian besaran biayanya juga tiba-tiba diumumkan tanpa ada mekanisme penghitungan dan pertimbangan yang jelas," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement