REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Para petani di Desa Sidan, Kabupaten Gianyar, Bali, kini bisa menikmati hasil menggunakan pupuk organik. Setelah sebelumnya mengeluhkan kesulitan pupuk kimia, kini mereka merasakan hasil yang baik dari pupuk organik yang mereka ciptakan sendiri.
Pada awalnya meski sempat menurun pada awal penggunaannya, kini produksinya meningkat hingga 7 ton per hektare. Padahal sebelumnya, pemakaian pupuk kimia hanya menghasilkan 5 ton per hektare.
Hal tersebut disampaikan Kepala Desa Sidan yang juga pelopor pemupukan organik di Kabupaten Gianyar, I Made Sukra Suyasa. Menurut dia, peralihan tersebut membuat sawah menjadi sehat dan produksi menjadi naik. Tak hanya itu, Pemerintah memberi perhatian khusus melalui Kementerian Pertanian dengan memberi bantuan unit pengelolaan pupuk organik atau UPPO.
"Kita bersyukur bantuan UPPO berikut didalamnya ada kandang sapi dan 8 sapi serta rumah pengolah pupuk organik, membantu kami lebih banyak berproduksi pupuk organik. Meski hanya satu paket itu petani senang karena pendapatan mereka juga ikut bertambah," ujar Sukra, Selasa (4/7/2023).
Secara singkat, Sukra menjelaskan awal mula menggunakan pupuk organik dimulai pada saat pandemi tahun 2019. Saat itu, pupuk kimia mulai mahal dan pupuk organik susah didapat. Dia kemudian memutuskan dan mengajak para petaninya hijrah untuk mencoba penggunaan pupuk organik.
"Kita sudah melaksanakan pola organik sejak pandemi dimulai, yang membuat kita berinovasi organik di Gianyar. Apalagi dulu kan Bali adalah daerah pertanian. Bagaimana kita mengubah mindset pupuk kimia menjadi organik adalah tantangan. Salah satu alasanya pupuk kimia langka dan subsidi tidak ada. Disinilah kita mulai dengan membuat demplot 2 hektare dan kita mendampingi petani dengan Bumdes. Meski ada keraguan mereka," kisahnya.
Setelah terlihat hasilnya baik, petani baru yakin pupuk organik akan berhasil, Sukra memutuskan mulai menambah jumlah demplot hingga akhirnya mencapai 40 hektare. Para petani menyambut baik karena hasil produksi mereka gak kalah dibandingkan dulu gunakan pupuk kimia, ditambah Sukra juga memastikan hasil produksinya dengan mewajibkan Bumdes membeli semua hasil panen.
"Kita secara rutin mengajari mereka (petani) mengolah sampah jadi pupuk lokal. Kami juga punya pengolahan sampah dari berbagai sumber untuk kemudian menjadi kompos. Sekarang kita sedang melebarkan penggunaan pupuk organik ke wilayah lainnya," katanya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Ali Jamil mengatakan bahwa target program UPPO dari tahun 2020-2022 ini mencapai 3.322 unit, dan target tersebut telah direalisasikan sebanyak 3.309 unit atau 99.61 persen.
"UPPO terdiri dari bangunan rumah kompos, alat pengolah pupuk organik (APPO), bangunan kandang ternak komunal, bak fermentasi, kendaraan roda 3 dan ternak sapi. harapannya petani dapat memproduksi langsung pupuk organik dari kotoran hewan yang diproses di rumah UPPO ini," jelasnya.
Sebelumya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mendorong para petani di seluruh Indonesia untuk mulai menggunakan pupuk organik sebagai sumber pertumbuhan tanaman. Menurut SYL, pupuk organik sangat penting mengingat pupuk kimia mulai langka akibat berbagai krisis dunia.
"Saya selalu sampaikan bahwa kembali ke pupuk organik itu sangat penting. Apalagi penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dan berlebihan bisa menyebabkan degradasi mutu lahan karena terjadinya kerusakan tanah," katanya.
SYL mengatakan, pupuk organik dalam bentuk kompos ataupun segar berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta sebagai sumber nutrisi tanaman.
"Ke depan kita ingin petani lebih mandiri dengan pengembangan program UPPO sehingga dapat mendukung peningkatan produksi, produktivitas, mutu hasil serta memberikan nilai tambah dan peningkatan pendapatan," katanya.