Rabu 05 Jul 2023 14:10 WIB

Tuntut Transparansi Relokasi, Pedagang Teras Malioboro 2 Geruduk Kantor UPT Cagar Budaya

Mereka meminta data-data pedagang sejak 2017 yang dipakai.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Pedagang Teras Malioboro 2 mendatangi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Rabu (5/7/2023). Mereka beramai-ramai mendatangi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta untuk meminta audiensi terkait perjanjian kontraktual antara pedagang dengan pemerintah. Selain itu, mereka juga menanyakan kejelasan banyaknya nama baru yang memiliki lapak di Teras Malioboro 2 diluar paguyuban pedagang.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pedagang Teras Malioboro 2 mendatangi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Rabu (5/7/2023). Mereka beramai-ramai mendatangi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta untuk meminta audiensi terkait perjanjian kontraktual antara pedagang dengan pemerintah. Selain itu, mereka juga menanyakan kejelasan banyaknya nama baru yang memiliki lapak di Teras Malioboro 2 diluar paguyuban pedagang.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Ratusan pedagang dari Paguyuban Tri Dharma mendatangi UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya terkait relokasi ke Teras Malioboro 2. Menurut para pedagang, kedatangan mereka meminta kejelasan pada pihak Pemerintah Kota Yogyakarta atas nama-nama pedagang yang tidak tercantum dalam data relokasi.

Sebelumnya mereka telah menyambangi kantor Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta untuk bertemu dengan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, yang saat itu tidak bisa ditemui. Kemudian, mereka pindah lokasi ke UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya untuk bertemu Kepala UPT, Ekwanto.

Ketua Paguyuban pedagang Tri Dharma, Supriyati mengatakan, mereka menemukan adanya berbagai kejanggalan dalam komunikasi antara pihak pemerintah dengan pedagang. "Semalam dapat info kami disuruh tanda tangan kontrak, tapi isinya saja tidak tahu," ujar Supriyati kepada Republika di UPT Cagar Budaya Yogyakarta, Rabu (5/7/23).

Isi kontrak tersebut pernah dibahas oleh para pedagang dan menurut Supriyati ketika direvisi, mereka tidak mendapatkan revisinya. Selain itu, pihak paguyuban menemukan data-data pedagang yang dirilis oleh UPT Cagar Budaya bukan merupakan bagian dari anggota mereka.

Bahkan nama-nama pedagang yang seharusnya direlokasi dari Selasar Malioboro tidak masuk daftar tersebut. "Transparansi tidak ada. Ujug-ujug data keluar, disuruh tanda tangan, saya hubungi pihak UPT tidak bisa. Makanya kami ke sini," jelas Supriyati.

Pihak pedagang juga meminta keterbukaan dari UPT untuk membuka berapa banyak jumlah lapak yang disiapkan oleh Pemkot Yogyakarta, karena sejumlah 923 pedagang dari paguyuban ini sejak awal dijanjikan akan direlokasi. Mereka meminta data-data pedagang sejak 2017 yang dipakai, bukan data pedagang baru yang disinyalir adalah pedagang 'siluman'.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti yang hadir dalam audiensi dengan pihak pedagang kemudian memberikan penjelasan. Menurutnya, relokasi ini dilakukan secara bertahap dan proses administrasi yang berlangsung sejak setahun lalu sudah dikomunikasikan ke ketua kelompok masing-masing.

"Selama itu kami sampaikan ke ibu bapak penguatan administrasi dan legalitas di TM 2 melalui koordinator blok, mohon maaf kami tidak bisa sampaikan ke semua tapi ke perwakilan," jelas Yetti.

Ia mengungkapkan, hal-hal yang tidak bisa disampaikan sifatnya berupa administrasi yang hanya bisa disampaikan langsung ke masing-masing pedagang. Misalnya, nama pedagang yang tercantum adalah nama orangtua, bukan nama si pedagang itu sendiri.

Kemudian ada masalah administrasi lain yang ditegaskannya hanya boleh dibahas dengan masing-masing pedagang. Kendati begitu, ia memastikan bahwa hingga hari ini tidak ada perubahan data pedagang yang disampaikan oleh paguyuban sejak awal.

"Di sini (surat edaran) sudah dijelaskan, bagi yang namanya belum tercantum akan didiskusikan lebih lanjut. Masih ada nama yang belum diundang karena ada sesuatu yang perlu didiskusikan lebih dahulu," ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa nama-nama pedagang yang tercantum bukan hanya berasal dari Paguyuban Tri Dharma, tapi juga dua paguyuban lain yakni pedagang di titik nol dan lesehan.

Di sisi lain, Yetti meminta para pedagang untuk paham cara kerja pemerintah yang memerlukan penguatan administrasi untuk berbagai program yang dijalankan. Apalagi saat ini, relokasi pedagang masih menggunakan APBD, dan para pedagang belum diharuskan membayar sewa hingga biaya listrik.

"Apapun biayanya naik, listrik juga naik, makanya harus kami analisis dulu. Kami kan harus memprogramkan hal-hal itu, makanya ada penguatan administrasi," tegas dia.

Selanjutnya, diskusi mengenai hal ini diwakili oleh masing-masing perwakilan kelompok bersama Kepala UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya, Ekwanto. Ia berupaya meyakinkan para pedagang bahwa pihaknya menerima aspirasi mereka.

"Semua pedagang nanti akan terpanggil, isi kontraktual ini sudah diberikan ke ketua kelompok. Bagi yang tidak tercantum di sini akan kami proses di tahap selanjutnya dan akan kami komunikasikan selanjutnya," kata Ekwanto.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement