REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Teknologi kecerdasan buatan (AI) saat ini kerap kali banyak digunakan untuk membantu pekerjaan manusia. Salah satunya adalah membantu mengurangi kemacetan lalu lintas.
Suku Dinas Perhubungan Kota Administrasi Jakarta Selatan mengungkapkan adanya teknologi kecerdasan buatan (AI) pada lampu lalu lintas agar bisa mengurangi kemacetan.
Menurut Kepala Seksi Lalin Jalan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan Prisno Jogiara, pihaknya memiliki program Intelligent Transport System (ITS) Traffic Light berbasis AI dimana lampu lalu lintas bisa menghitung sendiri jumlah kendaraan.
Jogi menerangkan cara kerja sistem kecerdasan buatan ini yakni bisa menghitung jumlah kendaraan untuk mengatur sendiri antrean. Jadi, saat ada kepadatan kendaraan di salah satu persimpangan maka nantinya lampu lalu lintas di sana akan memunculkan warna hijau lebih cepat untuk mengurai kemacetan.
Alhasil, petugas tidak perlu lagi secara manual ataupun menggunakan pengeras suara pada Area Traffic Control System (ATCS) untuk mengatur lalu lintas, melainkan sistem dari teknologi itu bisa bekerja sendiri.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut teknologi kecerdasan buatan saat ini sudah terpasang di 20 simpang jalan serta berhasil mengurangi kemacetan hingga 20 persen. "Untuk mempermudah pantauan kemacetan dan memperlancar lalu lintas. Bisa menciptakan efisiensi lalu lintas (di persimpangan jalan di Jakarta) menjadi 15 hingga 20 persen," kata Heru usai meninjau ruang kontrol Network Operation Centre (NOS) ITS Traffic Light di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat.
Penggunaan teknologi AI untuk mengurai kemacetan boleh dibilang bukan hal baru. Sebut saja seperti rencana perusahaan rintisan manajemen lalu lintas Israel NoTraffic yang sedang menyiapkan untuk melengkapi persimpangan dan jalan raya dengan sensor pintar nirkabel yang diperintahkan oleh platform perangkat lunak sebagai layanan (SaaS) yang digerakkan oleh AI.
Salah satu pendiri NoTraffic Tal Kreisler mengatakan perusahaan bertujuan untuk bekerja sama dengan 100 agen lalu lintas dan Departemen Perhubungan. Sebagai pasar masuknya, perusahaan mengincar Jepang, Italia, Jerman, dan Inggris.
Kreisler juga menjelaskan sensor persimpangan cerdas NoTraffic menggabungkan beberapa teknologi, termasuk kamera, radar, edge computing, dan model komunikasi vehicle-to-everything (V2X).
“Sensor kami memproses data di sekitarnya, menerjemahkannya menjadi wawasan yang dapat ditindaklanjuti secara real time dan berkomunikasi dengan infrastruktur di sekitarnya untuk beroperasi dalam sistem yang saling berhubungan,” kata Kreisler.
NoTraffic mengatakan, sensor nirkabelnya menawarkan instalasi plug-and-play, memungkinkan integrasi tanpa batas ke dalam infrastruktur yang ada hanya dalam rentang waktu dua jam. Kemudian data ditransmisikan secara nirkabel dan tersedia untuk operator lalu lintas melalui Sistem Operasi Mobilitas (MOS) NoTraffic yang menggunakan AI. “NoTraffic memanfaatkan AI untuk jaringan saraf visi komputer dan algoritme pengoptimalan lalu lintas,” ujarnya.
Kreisler menekankan fokus utama NoTraffic pada peningkatan keamanan melalui solusi berbasis analitik. Platform beroperasi secara mandiri berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh operator lalu lintas, mengoptimalkan efisiensi dan keselamatan bagi semua pengguna jalan.
“Dengan memanfaatkan platform AI SaaS dan teknologi sensor, NoTraffic memberdayakan operator lalu lintas untuk membuat keputusan berbasis data yang mengoptimalkan arus lalu lintas. Kombinasi pemrosesan data real-time dan algoritme AI canggih memastikan manajemen kemacetan lalu lintas yang efektif,” ucapnya.
Dilansir Venture Beat, Kamis (6/7/2023), NoTraffic mengatakan solusi inovatifnya telah menunjukkan dampak signifikan di berbagai lokasi. Kreisler menyoroti kisah sukses seperti mengurangi waktu tempuh hingga 70 persen dan menghilangkan kemacetan lalu lintas harian sekitar 2 kilometer di satu koridor di Tucson, Arizona.