REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eropa mengkhawatirkan dominasi Cina terkait bahan baku baterai mobil listrik. Chairman Renault Jean-Dominique Senard menilai keputusan terbaru Cina yang membatasi ekspor dua logam, yakni galium dan germanium yang digunakan dalam semikonduktor dan kendaraan listrik harus menjadi tanda bahaya bagi para Eropa.
"Hal itu menunjukkan ketergantungan yang berlebihan Eropa pada Cina dan kebutuhan untuk membangun rantai pasokan yang mahal. Ketika saya berbicara tentang Cina, saya berbicara tentang tekanan kuat hari ini terkait impor kendaraan (listrik) Cina ke Eropa," kata Senard dilansir Reuters di Jakarta, Ahad (9/7/2023).
Senard menyampaikan, produsen Eropa memang punya kemampuan dalam memproduksi, tapi memiliki tantangan dalam pasokan bahan baku. Senard menyebut langkah Cina dalam industri kendaraan listrik dan rantai pasokan berkat investasi bertahun-tahun yang menelan biaya miliaran Euro pantas untuk ditiru.
Senard mengatakan pembatasan ekspor Cina meningkatkan perang teknologi dengan Amerika Serikat berpotensi menyebabkan lebih banyak gangguan pada rantai pasokan global. Eropa harus mencari alternatif dalam skenario terburuk.
"Jika ada krisis geopolitik yang nyata, kerusakan pabrik baterai yang hanya ditenagai oleh produk yang berasal dari luar akan sangat besar," ujar Senard.
Senard menilai pengembangan bahan bakar alternatif, seperti bahan bakar elektronik sintetis dan hidrogen akan sangat penting jika tiba-tiba kekurangan baterai karena kelangkaan bahan baku.
"Seperti yang dilakukan produsen yang berhati-hati, kami sedang mencari alternatif untuk menghindari melumpuhkan negara, misalnya, jika kami kehabisan baterai," kata Senard.