Tanah Suci memberi kenangan tersendiri bagi jamaah haji dari Indonesia. Almarhum Prie GS memiliki catatan khusus mengenai hal itu. “Melihat barang yang tergelar sedemikian rupa, di Tanah Shci pula, para jamaah menafsiri: kurma saja kurma Nabi, airsaja air zamzam, tasbih saja kayunya dari kayu kapal Nabi Nuh, maka yang terjadi adalah ... (semua pasi tahu sendiri kelanjutannya),” tulis budayawan Jawa Tengah itu di bukunya, Mendadak Haji, yang terbit pada 2013.
Prie GS bercerita, setiap pulang dari shalat di Masjid Nabawi, Madinah, teman-teman satu kamarnya sudah menunjukkan barang-barang belanjaan. Ketika ada yang memperlihatkan cincin batu akik sebesar buah kecubung yang konon diambil dari situs yang dikunjungi Nabi Ismail, ada temannya yang merutuk lalu minta diantar ke tempat batu akik itu dijual. “Jadi, kami saling membanggakan apa yang kami beli, dengan kebanggaan yang kalau perlu saling mengirikan pihak lain,” tulis Prie GS.
Selama seminggu di Madinah, jamaah haji Indonesia memiliki target rohani bisa menjalankan ibadah arbain, yaitu shalat berjamaah di Masjid Nabawi sebanyak 40 waktu. Tapi di sela waktu-waktu mengejar target rohani itu, kata Prie GS, mengejar barang belanjaan pun tak terlupakan. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi ada juga belanjaan untuk oleh-oleh kolega di Tanah Air.
“Kesibukan belanja ini adalah ritual yang lain lagi, yang membuat saya sampai lupa berbelanja karena sudah sibuk melihat orang berbelanja. Karena saking lupanya, ada teman yang sangat marah. ‘Lho, kami sudah setiap hari berbelanja, kok, kamu enak-enak nggak belanja? Apa-apaan kamu ini’,” tulis Prie GS.
Ma Roejan