Selasa 11 Jul 2023 19:00 WIB

Nasi Goreng Tenda Pinggir Jalan Belum Tentu Halal, Ini Ciri-cirinya

Bumbu nasi goreng bisa berpotensi membuatnya haram.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Nasi goreng (ilustrasi). Banyak warung tenda masakan Indonesia pinggir jalan menggunakan angciu sebagai bahan memasak, termasuk dalam menyiapkan nasi goreng.
Foto: www.freepik.com.
Nasi goreng (ilustrasi). Banyak warung tenda masakan Indonesia pinggir jalan menggunakan angciu sebagai bahan memasak, termasuk dalam menyiapkan nasi goreng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknik memasak dengan api yang menjalar di wajan bukan pemandangan asing di Indonesia. Penjual nasi goreng di warung tenda pinggir jalan pun banyak yang melakukannya.

Teknik api menjalar di wajan itu dinamalan flambe. Meski kelihatannya menarik, namun hal ini perlu diwaspadai karena penggunaan bahan nonhalal.

Baca Juga

Dikutip dari laman Halal MUI, Senin (10/7/2023), jalaran api yang muncul itu biasanya disebabkan oleh alkohol yang dituangkan di atas wajan panas. Hal ini dilakukan untuk membakar alkohol, sehingga makanan bisa memperoleh panas yang lebih merata dan aroma yang halus tanpa diikuti rasa alkohol yang menempel.

Ada bahan lain yang biasa dipakai untuk teknik flambe ini, yakni angciu. Angciu begitu populer digunakan, biasanya terdapat pada masakan Cina.

Banyak warung tenda masakan Indonesia pinggir jalan menggunakan angciu sebagai bahan memasak. Angciu adalah sejenis khamr yang biasa digunakan sebagai penyedap rasa untuk segala tumisan atau pengempuk daging.

Sebagian penjual nasi goreng gerobak dorong juga menggunakannya dalam proses memasak. Angciu juga ternyata memiliki banyak nama lain, seperti sari tape, arak masak, arak merah, dan ciu.

Banyak yang mengira bahan ini tidak termasuk khamr yang artinya haram digunakan. Makanan yang ditambahkan angciu statusnya menjadi haram, kendati bahan lainnya halal.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menjelaskan tentang penggunaan alkohol/etanol hasil industri non-khamr. Baik itu merupakan hasil sintesis kimiawi ataupun hasil industri fermentasi non-khamr untuk bahan produk makanan, hukumnya mubah, apabila secara medis tidak membahayakan.

Dari fatwa tersebut, jelas alkohol boleh digunakan untuk produk makanan. Tetapi perlu digaribawahi sumber dari alkohol yang digunakan tidak boleh berasal dari industri khamr. Angciu, rum, dan wiski, misalnya, yang digunakan dalam teknik flambe termasuk dalam kategori khamr yang haram dikonsumsi oleh Muslim sekalipun penggunaannya hanya sedikit.

"Tidak melihat lagi penggunaannya seberapa. Mau banyak atau sedikit, mabuk atau tidak mabuk, tetap saja tidak halal. Karena khamr itu haram dan najis. Apalagi ada yang bilang, jika dipanaskan alkohol akan menguap. Tapi tetap saja tidak bisa karena zatnya sudah terkandung dalam masakan tersebut," jelas Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement