REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Platform kecerdasan buatan juga membawa risiko dan tantangan untuk perusahaan. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi kehilangan data pribadi atau kekayaan intelektual (IP) akibat penyalahgunaan platform tersebut. Karyawan dapat secara tidak sengaja menyebarkan informasi rahasia, sehingga rentan terhadap akses yang tidak sah oleh entitas di balik platform kecerdasan buatan.
Selain itu, platform kecerdasan buatan dapat membantu kriminal dalam menciptakan skema phishing yang canggih, sehingga meningkatkan kemungkinan orang menjadi korban skema tersebut. Menurut IBM, kerugian yang ditimbulkan dari ancaman siber ditaksir mencapai 4,24 juta dolar AS (sekitar Rp 64,5 miliar) pada 2022.
Co-Founder & Chief Product Officer Menlo Security, Poornima DeBolle menyebut platform kecerdasan buatan ibarat pedang bermata dua. Penggunaannya dapat meningkatkan produktivitas di tempat kerja, tetapi juga dapat menyebabkan kerugian jutaan dolar AS bagi bisnis jika terjadi kesalahan. “Untuk menghindari kerugian mahal, perusahaan harus memperhatikan posisi keamanan siber yang berperan penting dalam hal ini," kata DeBolle dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/7/2023).
Untuk memitigasi efek negatif dari platform kecerdasan buatan, perusahaan harus menerapkan langkah-langkah komprehensif demi melindungi bisnis mereka. Solusi keamanan siber konvensional, seperti cloud access security brokers (CASB) dan pendekatan detect-and-respond, mungkin tidak cukup untuk menghadapi kompleksitas teknologi yang sedang berkembang saat ini.
Salah satu tantangan mendasar adalah setelah kata kunci dan perintah dimasukkan ke dalam platform kecerdasan buatan tersebut, maka prosesnya tidak dapat dibatalkan atau diulang. Data yang tersimpan di platform kecerdasan buatan tersebut dan akan membantu membentuk respons pemakaian lainnya. Akibatnya, jika suatu solusi mendeteksi eksfiltrasi data, perusahaan sudah tidak dapat melakukan apapun. Karena itu, perusahaan membutuhkan perlindungan yang kuat untuk menghindari hasil yang tidak diinginkan.
"Menlo Security percaya bahwa penting untuk mencegah efek negatif platform kecerdasan buatan terhadap bisnis,” ujar Senior Vice President for International Sales (APAC + EMEA) Menlo Security, Stephanie Boo.
Boo menjelaskan perusahaannya menyediakan solusi, yaitu Data Loss Prevention (DLP) yang membantu mengendalikan keamanan dengan pendekatan berbasis isolasi untuk melindungi dari berbagai ancaman dan meningkatkan keamanan siber secara keseluruhan. Menlo Security, sebagai penyedia solusi cybersecurity, menawarkan cloud DLP untuk mengelola ancaman platform kecerdasan buatan secara efisien. Alat-alat ini memastikan penggunaan platform kecerdasan buatan yang aman melalui tiga implikasi penting, yaitu pencegahan kehilangan data, copy/paste controls, dan browser forensics.
Menlo Security juga menawarkan serangkaian solusi keamanan siber yang ditujukan untuk melindungi bisnis dari serangan phishing termutakhir. Solusi ini mengadopsi pendekatan zero trust dengan mengisolasi semua akses untuk melindungi aplikasi dan alat bisnis yang paling krusial dari Highly Evasive Adaptive Threats (HEAT), dan serangan phishing yang mengarah pada ransomware dan pencurian kredensial.
Beberapa bulan terakhir, platform kecerdasan buatan seperti ChatGPT, Bing AI, Perplexity, dan lainnya tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Platform kecerdasan buatan menawarkan berbagai manfaat, seperti pemecahan masalah, meningkatkan pengalaman pengguna, dan mempermudah pengembangan konten.
Manfaat ini sejalan dengan survei terbaru dari Statista yang menemukan bahwa 29 persen dari generasi Z, 28 persen dari generasi X, dan 27 persen dari kaum milenial telah mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan ke dalam rutinitas kerja sehari-hari mereka. Tidak heran bila nilai pasarnya mencapai 13,37 miliar dolar AS (sekitar Rp 203 triliun) pada 2023, dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 27,02 persen.
“Perusahaan dapat memberdayakan karyawan memanfaatkan platform kecerdasan buatan dalam meningkatkan produktivitas, tanpa terekspos pada risiko personally identifiable information (PII) atau data sensitif lainnya secara tidak sengaja,” kata DeBolle.