REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Rumadi Ahmad, memberikan tanggapannya terkait rencana kumpul komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) se-ASEAN di Jakarta. Rumadi menyampaikan, penyelenggaraan pertemuan komunitas LGBT tersebut perlu memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
“Kalau sudah terkait dengan pertemuan umum, apalagi berbau kampanye, perlu memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,” kata Rumadi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (12/7/2023).
Sedangkan terkait orientasi seks individu, Rumadi menilai hal tersebut merupakan hak setiap individu. Meski demikian, Rumadi menegaskan bahwa tidak ada Hak Asasi Manusia (HAM) yang mutlak tanpa adanya batasan.
“Kalau hanya terkait orientasi seks individu, itu hak individu tersebut,” kata dia.
“Tidak ada HAM yang mutlak tanpa batasan,” kata Rumadi.
Ia melanjutkan, sejauh ini pemerintah masih melihat perkembangan dari rencana pertemuan komunitas LGBT tersebut, termasuk tanggapan yang muncul dari masyarakat. Rumadi pun menyerahkan kepada aparat keamanan terkait izin penyelenggaraan kegiatan komunitas LGBT tersebut.
“Sejauh ini pemerintah masih melihat perkembangan termasuk tanggapan-tanggapan yang muncul di masyarakat,” kata dia.
Soal kekhawatiran masyarakat terkait semakin menyebarnya ajaran LGBT di Indonesia, Rumadi pun menegaskan bahwa pemerintah berpegang teguh pada ketentuan hukum.
“Pemerintah berpegang pada ketentuan hukum,” ujar Rumadi.
Sebelumnya diberitakan, komunitas LGBT se-ASEAN diketahui akan menggelar kumpul bareng di Jakarta pada 17-21 Juli 2023. Informasi tersebut berdasarkan unggahan salah satu akun Instagram komunitas LGBT Jakarta. Namun unggahan itu kini telah dihapus.
Pertemuan itu diduga diinisiasi oleh ASEAN SOGIE Caucus, organisasi di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial PBB sejak 2021, bersama Arus Pelangi, dan Forum Asia. Rencana kumpul bareng komunitas LGBT inipun mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI dengan tegas menolak agenda tersebut.
Menurut Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas, jika pertemuan tersebut benar akan terselenggara dan diizinkan oleh pemerintah, maka pemerintah telah melanggar konstitusi, terutama Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.