REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan terjadi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin (17/7/2023) sore. Ini dipengaruhi data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II 2023 yang lebih rendah dari perkiraan pasar.
Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah mengalami pelemahan 0,36 persen atau 54 poin menjadi Rp 15.013 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.959 per dolar AS. "Ekonomi China tumbuh 6,3 persen, lebih rendah dari ekspektasi 7,3 persen," ujar dia kepada di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pengaruh dari pengumuman suku bunga AS yang akan dilakukan pada pekan depan tidak terlalu signifikan karena pelaku pasar sudah memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps. "Selanjutnya, The Fed akan mulai menjalankan kebijakan moneter longgar karena tekanan inflasi sudah mereda," ungkap Rully.
Pada pagi tadi, pengamat pasar uang Ariston Tjendra telah memperkirakan penguatan rupiah terhadap dolar AS dapat tertahan hari ini apabila fokus pasar ke pengumuman suku bunga AS pekan depan.
"Probabilitas lebih dari 96 persen bahwa suku bunga acuan AS akan dinaikkan 25 basis poin menurut survei CME FedWatch Tool," ucapnya.
Selain itu, data ekonomi AS pada Jumat malam (14/7/2023) menunjukkan bahwa tingkat keyakinan konsumen AS yang disurvei Universitas Michigan masih tinggi terhadap perekonomian dan hal tersebut bisa mendorong kenaikan inflasi.