REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Remaja bernama Amelia Martin terdiagnosis dengan complex regional pain syndrome (CRPS) saat masih berusia 17 tahun. Sindrom yang dapat memunculkan rasa nyeri hebat ini dikenal juga dengan sebutan "penyakit bunuh diri".
CRPS dijuluki sebagai penyakit bunuh diri karena tingginya angka bunuh diri dan pemikiran bunuh diri yang muncul di antara penderita CRPS. Sebuah studi epidemiologis terhadap CRPS menunjukkan bahwa 49,3 persen penderita CRPS memiliki pemikiran untuk bunuh diri. Selain itu, sebanyak 15,1 persen lainnya benar-benar melakukan bunuh diri, seperti dilansir NCBI pada Jumat (21/7/2023).
Menurut sang ibu, Natalie Martin, gejala CRPS pertama kali dialami oleh Amelia pada September 2017. Kala itu, Amelia merasakan keluhan seperti kesemutan dan sensasi terbakar pada kulitnya. Amelia juga sempat mengalami memar di area selangkangan.
Keluhan ini memuncak ketika Amelia merasakan nyeri hebat di kedua jempol kakinya saat pulang sekolah. Amelia mengatakan kedua jempolnya terasa seperti terbakar dan dia merasa seperti akan meninggal.
Amelia lalu dilarikan ke rumah sakit dan dokter mulanya mendiagnosis remaja perempuan tersebut dengan infeksi. Alasannya, kedua jempol kaki Amelia tampak kemerahan dan meradang.
Namun pada pagi hari, Amelia kehilangan kontrol atas tubuhnya. Amelia tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya, serta kehilangan indera perasa dan peraba. Amelia juga mengeluh bahwa dia merasa seperti dibakar hidup-hidup.
Kondisi tersebut membuat Amelia harus dirawat selama lima pekan di rumah sakit agar dokter bisa mengetahui penyebab keluhan-keluhan yang dialami oleh sang remaja. Melalui proses yang panjang, dokter akhirnya berhasil menemukan diagnosis yang tepat untuk Amelia, yaitu CRPS.
"Dia hanya berdiam di kamar, dia tidak meninggalkan rumah kecuali untuk kontrol ke dokter. Itu merupakan momen yang dipenuhi rasa kesepian baginya dan juga bagi kami," kata Martin.
Martin mengatakan, CRPS telah merenggut masa-masa keemasan Amelia saat remaja. Padahal, sebelum terkena CRPS, Amelia merupakan anak yang sangat aktif di sekolah dan baru saja mulai belajar menyetir.
"Itu semua direnggut darinya," ujar Martin.
Menurut Mayo Clinic, CRPS merupakan bentuk nyeri kronis yang biasanya mengenai tangan atau kaki. Kemunculan CRPS biasanya dipengaruhi oleh riwayat cedera, operasi, strok, atau serangan jantung yang pernah dialami oleh penderita.
CRPS bisa memunculkan gejala seperti rasa terbakar atau nyeri berdenyut pada area tertentu, seperti tangan atau kaki, lebih sensitif terhadap sentuhan atau suhu dingin, bengkak di area yang terasa sakit, perubahan suhu kulit, perubahan warna dan tekstur kulit, perubahan pada pertumbuhan rambut dan kuku, kekakuan atau kerusakan pada sendi, spasme otot, dan penurunan kemampuan gerak pada bagian tubuh yang terdampak.
Gejala CRPS bisa berubah seiring berjalannya waktu dan berbeda-beda pada tiap individu. Terapi akan bekerja paling efektif bila dilakukan pada tahap awal kemunculan CRPS. Terapi untuk CRPS sangat beragam, mulai dari pemberian obat minum dan oles, terapi panas, terapi okupasi atau fisik, terapi cermin, transcutaneous electrical nerve stimulation, hingga akupuntur.
Keluhan CRPS bisa kambuh berulang bila penderita terpapar oleh trigger, seperti suhu dingin atau stres emosional yang intens. Kekambuhan gejala CRPS umumnya dapat diatasi dengan penggunaan obat dalam dosis yang lebih kecil.