REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sering kali merasa heran setiap kali membuka media sosial. Sebab, meskipun pemilu sudah berakhir, namun masyarakat masih saja berselisih.
Padahal, sebagai sesama warga Indonesia yang bersaudara, seharusnya perselisihan soal pilihan presiden tak perlu diperpanjang ketika pemilu sudah berakhir. Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Harlah ke-25 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Ahad (23/7/2023).
“Utamanya ini juga ada di medsos. Saya kalau membaca medsos itu kadang-kadang geleng-geleng, kok mbek koyo ngeten. Sami-sami sederek, sami-sami sedulur, nggih mboten (kok kaya gini, sama-sama saudara, iya nggak). Apalagi atas nama agama. Ini tidak boleh terjadi. Apakah bapak ibu setuju?,” kata Jokowi.
Karena itu, Jokowi mengingatkan agar dalam penyelenggaraan pemilu 2024 mendatang, tidak ada lagi ujaran kebencian dan berita bohong, terutama di media sosial. Jokowi juga meminta agar tidak ada pihak yang melontarkan berbagai fitnah kepada calon presiden mendatang.
“Oleh sebab itu, jangan ada lagi ujaran kebencian. Ndak. Jangan ada lagi berita bohong. Banyak itu yang di pemilu-pemilu sebelumnya, terutama di medsos di media sosial. Jangan lagi ada fitnah-fitnahan. Sekali lagi jangan lagi ada fitnah-fitnahan. Utamanya ini juga ada di medsos,” ujar Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan bahwa pemilu merupakan pesta demokrasi. Sehingga pelaksanaannya pun harus dilakukan dengan suka cita. Masyarakat juga tidak perlu takut, apalagi bertengkar soal calon pilihannya masing-masing.
“Yang namanya pesta harusnya rakyat itu bersenang, iya ndak? Rakyat itu bergembira, iya ndak? Tidak boleh ada ketakutan, tidak boleh ada pertengkaran-pertengkaran. Apakah bapak ibu setuju? Mestinya seperti itu. Rakyat harus bersenang, rakyat harus bergembira, namanya pesta demokrasi,” ujarnya.
Dalam demokrasi, Jokowi mengatakan bahwa perbedaan pilihan politik merupakan hal yang wajar. Karena itu, masing-masing pendukung calon presiden tidak perlu saling menjelekkan dan bertengkar berkepanjangan. Setelah pemilu berakhir pun, masyarakat juga harus kembali bersatu.