Sabtu 29 Jul 2023 17:30 WIB

Sahabat Bertanya Islam Seperti Apa yang Paling Utama? Ini Sabda Nabi SAW

Islam mengajarkan tentang banyak kebaikan bagi para pemeluknya.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
 Sahabat Bertanya Islam Seperti Apa yang Paling Utama? Ini Sabda Nabi SAW. Foto:  Ilustrasi Masjid
Foto: Republika
Sahabat Bertanya Islam Seperti Apa yang Paling Utama? Ini Sabda Nabi SAW. Foto: Ilustrasi Masjid

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Islam mengajarkan tentang banyak kebaikan bagi para pemeluknya. Namun seperti apa Islam yang utama? Pertanyaan ini pernah dilontarkan oleh seorang sahabat bernama Abu Musa Al Asy'ari.

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Baca Juga

Diriwayatkan dari Abu Musa RA, dia berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Islam yang paling utama?" Rasulullah SAW menjawab, "Siapapun dari kaum muslimin yang selamat dari bahaya lisan dan tangannya." (HR Bukhari)

Hadits tersebut merupakan pesan Nabi Muhammad SAW agar umatnya tidak melakukan serangan baik secara verbal maupun fisik kepada orang lain, yaitu dengan lisan dan tangannya. Maka, seorang Muslim menjaga keselamatan lisan dan tangannya.

Selanjutnya, hadits tersebut juga merupakan pesan dari Rasulullah SAW supaya menjauhkan diri dari perilaku yang ujungnya hanyalah menzalimi atau menganiaya diri sendiri. Caranya dengan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT.

Hadits itu juga adalah dalil tentang keutamaan menjaga lisan dan tangan dari perbuatan yang mencelakai umat Muslim, baik yang dilakukan dengan perkataan maupun perbuatan. Seorang Muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal terlarang dan tidak memberi kebebasan pada lisan dan tangannya.

Karena ketika dua hal tersebut diberi kebebasan, maka bisa berakibat merugikan orang lain. Misalnya dengan perbuatan buruk seperti ghibah atau menggunjing, berkhianat, memberi kesaksian palsu, memaki dan bentuk caci maki lainnya, serta melakukan kekerasan fisik terhadap orang lain.

Jika itu terlanjur dilakukan, maka segeralah bertaubat. Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS At-Tahrim ayat 8)

Dalam kitab tafsir Fathul Bayan fii Maqasid Al Qur'an karya Siddiq Hasan Khan Al Qonuji, dijelaskan bahwa ayat tersebut mengingatkan seorang Muslim yang bertaubat, supaya benar-benar meninggalkan dosa-dosanya yang lalu, dan tidak lagi mengulanginya.

Imam Qatadah menyebutnya dengan taubat yang jujur, yang tulus. Dikatakan pula, taubat yang ikhlas. Adapun Al-Kalbi merinci seperti apa taubat nasuha. Taubat nasuha atau taubat yang murni, adalah ketika seseorang menyesal dalam hati, memohon ampunan dengan lisannya, berhenti melakukan dosa secara fisik, dan memastikan bahwa ia tidak akan kembali melakukannya. "Itulah taubat yang diterima," kata Said bin Jubair.

Sumber:

https://www.alukah.net/sharia/0/87880/%D8%A8%D9%8A%D8%A7%D9%86-%D8%A3%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B3%D9%84%D9%85%D9%8A%D9%86-%D8%AE%D9%8A%D8%B1%D8%9F/

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement