REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ribuan warga Gaza pada Ahad (30/7/2023) turun ke jalan untuk memprotes pemadaman listrik kronis dan kondisi kehidupan yang sulit. Langkah ini menunjukkan ketidakpuasan publik yang jarang terjadi terhadap kelompok perlawanan Hamas, yang menguasai Gaza.
Pasukan keamanan Hamas dengan cepat membubarkan aksi protes itu. Aksi protes berlangsung di Kota Gaza, Kota Khan Younis, dan lokasi lainnya. Sejumlah pengunjuk rasa membakar bendera Hamas. Polisi kemudian membubarkan aksi protes tersebut.
Polisi menghancurkan ponsel orang-orang yang merekam aksi protes di Khan Younis, dan saksi mengatakan ada beberapa penangkapan. Puluhan pendukung muda dan penentang Hamas sempat saling lempar batu.
Demonstrasi diorganisir oleh gerakan online akar rumput yang disebut “alvirus alsakher,” atau “virus yang mengejek.” Belum diketahui siapa yang berada di balik gerakan tersebut.
Hamas memerintah Gaza dengan tangan besi, melarang sebagian besar demonstrasi dan dengan cepat menghapus perbedaan pendapat di depan umum. Kelompok militan itu menguasai Gaza pada 2007, sehingga mendorong Israel dan Mesir memberlakukan blokade yang melumpuhkan wilayah Gaza.
Israel mengatakan, blokade itu diperlukan untuk mencegah Hamas membangun kemampuan militernya. Blokade itu telah menghancurkan ekonomi Gaza, membuat pengangguran meroket dan menyebabkan seringnya pemadaman listrik. Selama gelombang panas saat ini, warga Gaza hanya menerima listrik empat hingga enam jam sehari karena permintaan yang tinggi.
“Di mana listriknya dan di mana gasnya?” teriak massa di Khan Younis.
Para pengunjuk rasa juga mengkritik Hamas karena memotong biaya sekitar 15 dolar AS dari gaji bulanan 100 dolar AS yang diberikan kepada keluarga termiskin di Gaza. Bantuan keuangan untuk pembayaran gaji diberikan oleh Qatar. Sejauh ini, tidak ada komentar langsung dari otoritas Hamas atas protes tersebut.