REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan perpecahan yang saat ini terjadi di internal Palestina harus segera diakhiri. Hal itu disampaikannya saat menghadiri pertemuan antarfaksi Palestina, termasuk Hamas, di El-Alamien, Mesir, Ahad (30/7/2023).
Abbas mengungkapkan perpecahan merupakan 'bencana' yang menimpa rakyat dan perjuangan Palestina. Dia menambahkan, persatuan nasional dan tindakan kolektif bersama harus didasarkan pada prinsip serta landasan yang jelas guna mengakhiri perpecahan dan mencapai persatuan.
Terkait hal itu, Abbas mengingatkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) adalah satu-satunya perwakilan yang sah dari rakyat Palestina. Oleh sebab itu dia berpendapat penting untuk mematuhi atau menjalan program-program politik PLO dan semua kewajiban internasionalnya.
“Seluruh dunia mengakui PLO sebagai satu-satunya wakil yang sah dari rakyat Palestina, dan ia adalah rumah pemersatu bagi semua rakyat Palestina. PLO adalah entitas nasional dan politik rakyat Palestina, dan ibu dari negara Palestina merdeka, dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, serta pelindung keputusan nasional yang independen dan identitas nasional," kata Abbas, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Pemimpin Fatah itu mengungkapkan, dia mengundang para pemimpin faksi Palestina ke Mesir untuk mempelajari cara-cara mencapai persatuan nasional serta melawan agresi terhadap rakyat Palestina yang terus berlangsung.
“Agresi biadab Israel yang berkelanjutan mengharuskan kita semua untuk naik ke tingkat tanggung jawab nasional yang sebenarnya, dan untuk bekerja mengatur rumah nasional kita, sehingga kita dapat menghadapi pendudukan yang menargetkan keberadaan kita, hak kita, dan kesucian kita,” ucapnya.
“Kita telah mempraktikkan berbagai bentuk perjuangan di berbagai tahap dalam pawai nasional kita, dan kita melihat hari ini bahwa perlawanan rakyat yang damai, pada tahap ini, adalah cara terbaik untuk melanjutkan perjuangan kita serta mencapai tujuan nasional kita,” tambah Abbas.
Abbas pun sempat menyinggung tentang penyelenggaraan pemilu nasional Palestina. “(Pemilu) satu-satunya cara kita untuk berbagi tanggung jawab dan partisipasi nasional, dan kita ingin mengadakan pemilihan presiden, legislatif dan Dewan Nasional hari ini sebelum besok, asalkan rakyat kita di Yerusalem Timur yang diduduki dapat berpartisipasi dalam pemilu ini sebagai calon dan pemilih tanpa hambatan, seperti yang terjadi pada tahun 1996, 2005 dan 2006,” katanya.
Dia menekankan, Israel adalah pihak yang selalu berusaha menghambat penyelenggaraan pemilu nasional Palestina. Dalam pernyataannya, Abbas pun menyampaikan terima kasih kepada Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi karena telah bersedia menjadi tuan rumah, termasuk menyediakan fasilitas, untuk pertemuan para pemimpin faksi-faksi Palestina.
Abbas pun menyampaikan terima kasih atas dukungan konsisten Mesir terhadap upaya rekonsiliasi Palestina. Dua faksi besar Palestina, yakni Hamas dan Fatah, telah terlibat perselisihan selama belasan tahun. Perselisihan dipicu oleh kemenangan Hamas dalam pemilihan umum tahun 2006.
Hamas memenangkan pemilu, tapi Fatah dan masyarakat internasional menolaknya. Pada Juni 2007, Hamas mulai mengendalikan dan mengontrol pemerintahan di Jalur Gaza. Beberapa upaya rekonsiliasi antara kedua faksi itu sempat dilakukan. Namun upaya tersebut gagal karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai.
Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Penandatanganan kesepakatan itu menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih.
Setelah 10 tahun berlalu, Hamas akhirnya menyatakan kesiapannya untuk memulihkan hubungan dengan Fatah tanpa prasyarat apapun. Mereka bahkan membubarkan komite administratif yang sebelumnya bertugas untuk mengelola pemerintahan di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan agar Otoritas Palestina dapat mengambil alih tugas pemerintahan di daerah yang diblokade tersebut.
Namun rekonsiliasi tetap masih mengalami kebuntuan. Hingga saat ini Hamas masih mengontrol Jalur Gaza, sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Tepi Barat.