REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan pemerintah harus menerapkan keputusan yang tegas terkait social commerce. Huda menilai hal ini akan berimplikasi besar bagi industri dan juga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Saya pribadi melihat harus ada aturan mengenai social commerce ini agar tidak ada program-program dari social commerce yang merugikan," ujar Huda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Huda menyebut regulasi pemerintah harus mengatur mengenai perilaku dari semua pemain perdagangan daring, baik itu e-commerce atau pun social commerce. Huda mengatakan tiga hal menjadi poin krusial terkait hal tersebut.
"Alasannya pertama adalah memberikan perlindungan kepada konsumen terkait keamanan transaksi dan data. Kedua adalah memberikan perlindungan bagi pelaku usaha lokal dan produsen lokal," lanjut Huda.
Terakhir, ucap Huda, ialah memberikan persaingan usaha yang sehat antar pemain perdagangan daring agar level playing field-nya sama. Oleh karena itu, Huda mendorong adanya revisi aturan permendag mengenai PPMSE yang mana mencantumkan unsur social commerce dalam revisi tersebut.
Huda menyebut hal ini juga mengantisipasi agresifnya TikTok dalam berjualan di platformnya. Contoh terbaru, TikTok meluncurkan bisnis e-commerce di Amerika Serikat untuk menjual barang-barang buatan Cina seperti yang telah dilakukan lebih dahulu di Inggris. TikTok akan menyimpan dan mengirimkan barang, termasuk pakaian, elektronik, dan peralatan dapur, atas nama produsen dan pedagang di Cina.
"Adanya aturan tersebut saya rasa bisa menghindarkan dari program-program yang merugikan seperti project S TikTok tersebut. Revisi aturan ini nantinya harus diterapkan juga ke social commerce lainnya," kata Huda.
Laporan Wall Street Journal menulis bisnis e-commerce Tiktok ini akan mulai pada Agustus 2023, atau lebih cepat dari yang direncanakan sebelumnya. AS merupakan pasar terbesar kedua Tiktok dari sisi pengguna sosial media yang ditargetkan menjadi konsumen. Sementara urutan kedua adalah Indonesia, di mana Tiktok juga sudah mengantongi izin praktik e-commerce melalui Tiktok Shop.
“Langkah tersebut dilakukan setelah banyak pedagang Cina, yang menggunakan platform penjual pihak ketiganya, berjuang untuk menyediakan layanan pelanggan yang memadai dan meningkatkan keuntungan mereka,” tulis WJS dalam laporannya.