REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar uang Lukman Leong menyatakan nilai tukar rupiah tertekan data yang menunjukkan inflasi secara tahuhan (year on year/ yoy) atau tahunan pada Juli 2023 Indonesia yang kembali turun.
"(Hal ini) memicu ekspektasi pemangkasan bunga oleh Bank Indonesia (BI)," ujar Lukman Leong dilansir Antara di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja melaporkan bahwa inflasi tahunan pada Juli 2023 sebesar 3,08 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 115,24 persen, meningkat dari sebelumnya yang sebesar 111,80. Capaian inflasi tahunan Juli 2023 memperlihatkan inflasi tahunan konsisten mengalami penurunan sejak Maret 2023, secara berurutan yaitu sebesar 4,97 persen; 4,33 persen; 4,00 persen; 3,52 persen; dan 3,08 persen.
"(Selain itu), rupiah dan mata uang Asia pada umumnya melemah terhadap dolar AS setelah data China Caixin menunjukkan sektor manufaktur terkontraksi," ucap Lukman.
Data Purchasing Managers Index (PMI) China versi Caixin menunjukkan kontraksi 49,2 pada Juli 2023 dari 50,5 pada Juni 2023 yang akhirnya memberikan sentimen negatif untuk rupiah.
Sebelumnya, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyampaikan, pelemahan rupiah dipengaruhi pasar yang masih berhati-hati dengan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) ke depan. "Tingkat suku bunga acuan AS yang semakin mendekati suku bunga acuan BI sedikit banyak bisa mempengaruhi pemilihan investasi para pelaku pasar yang bisa menekan rupiah terhadap dolar AS," kata Ariston.
Pada perdagangan Selasa sore, rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,24 persen atau 36 poin menjadi Rp 15.116 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.080 per dolar AS. Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Selasa melemah ke posisi Rp 15.117 dari sebelumnya Rp 15.092.