REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memastikan RRS (13 tahun) mendapatkan pendampingan dan pelayanan terbaik sesuai yang dibutuhkan korban. RRS yang berstatus anak laki-laki berkebutuhan khusus menjadi korban tindak pelecehan seksual seorang pria inisial K (55) di Tangerang.
Kemen PPPA bakal terus mengawal proses hukum kasus itu. KemenPPPA mendorong agar pelaku dapat dikenakan hukuman berat sesuai peraturan yang berlaku.
“Kami sangat prihatin dan tentunya mengecam terjadinya kasus ini, apalagi berdasarkan pengakuannya, pelaku telah beberapa kali melakukan aksi serupa,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, pada Rabu (2/8).
Pelaku K diketahui memulai aksinya saat bertemu dengan korban RRS yang tengah bermain layang-layang. Kemudian, pelaku mengajak korban ke semak-semak, dan K memegang alat kelamin korban.
Saat kejadian, terdapat dua orang saksi yaitu R dan MI yang melihat pelaku dan korban berjalan menuju semak-semak. Sekitar pukul 18.40 WIB, saksi bertemu dengan RRS dan K yang keluar dari semak-semak, dan langsung menanyakan kepada korban mengenai apa yang terjadi di semak-semak.
"Korban pun menjawab bahwa setelah celananya diturunkan, kemaluannya dipegang oleh K," ujar Nahar.
Namun, K membantah dan langsung menantang saksi. Sehingga saksi meminta bantuan Satuan Pengamanan (Satpam) di sekitar tempat kejadian untuk membawa pelaku dan korban ke Polres Metro Tangerang.
Setelah dilakukan pemeriksaan di Polres Metro Tangerang Kota, K kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan pencabulan terhadap anak berkebutuhan khusus.
"Saat diinterogasi pun, K mengaku bahwa sudah beberapa kali melakukan aksi serupa,” tutur Nahar.
Pelaku diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak yang melanggar pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Hal ini sesuai pasal 82 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selanjutnya, pada pasal 82 ayat (5) menyatakan bahwa selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
“Jika dilakukan terhadap anak maupun penyandang disabilitas, maka sesuai pasal 15 ayat (1) huruf g dan h UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 terkait pelecehan fisik ditambah 1/3," ucap Nahar.
Selain itu, dalam pasal 27 ayat (1), korban penyandang disabilitas dapat didampingi oleh orang tua, wali yang telah ditetapkan oleh pengadilan, dan/atau Pendamping. Korban penyandang disabilitas juga berhak mendapat aksesibilitas dan akomodasi yang layak guna pemenuhan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diatur dalam pasal 66 ayat (2) UU tersebut.
"Tentunya setelah kejadian yang dialami korban, kami ingin memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan dan pelayanan yang terbaik," ucap Nahar.