REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul menyiapkan skema meningkatkan status darurat kekeringan karena permintaan air bersih dari masyarakat mulai meningkat. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Gunungkidul, Sumadi, di Gunungkidul, Kamis (3/8/2023), mengatakan saat ini masih melakukan kajian penetapan status darurat kekeringan.
"Sampai saat ini, kekeringan di Gunungkidul masih berstatus normal. Namun, sesuai dengan prakiraan dari BMKG, puncak musim kemarau terjadi mulai Agustus hingga September," kata Sumardi.
Ia mengatakan, berdasarkan kajian dan kondisi permintaan air bersih dari masyarakat, jumlah wilayah terdampak kekeringan atau warga yang kesulitan air bersih semakin meluas.
Untuk antisipasi kekeringan di tahun ini sudah menyiapkan 1.000 tangki air bersih yang siap disalurkan ke warga membutuhkan. Namun, dengan prediksi wilayah terdampak kekeringan semakin meluas di puncak kemarau, maka dibutuhkan antisipasi agar kebutuhan droping air dapat tercukupi.
“Dengan ditetapkannya status darurat, maka bisa mengakses alokasi dana belanja tak terduga. Ini penting, untuk mengantisipasi habisnya anggaran dropping di BPBD sehingga penyaluran air bersih ke warga tetap bisa berjalan,” katanya.
Sumadi mengakui hingga sekarang stok untuk pengedropan masih tersedia. Dari 1.000 tangki yang dialokasikan baru tersalurkan sebanyak 50 tangki. Sebanyak delapan tangki di salurkan ke Kapanewon Gedangsari, Rongkop dan Saptosari mendapat jatah terbanyak dengan 36 tangki.
“Penyaluran baru ke tiga kapanewon. Sedangkan untuk yang lainnya belum mengajukan permintaan bantuan,” katanya.
Kepala BPBD Gunungkidul Purwono menambahkan alokasi anggara yang disediakan hanya Rp230 juta. "Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan alokasi di 2022 sebesar Rp700 juta,” katanya.