REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terkabul dan tidaknya doa seseorang mutlak keputusan Allah SWT. Manusia yang beriman wajib mengimani Allah Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Maha Baik.
Artinya, Allah SWT lebih mengetahui apa yang terbaik dan dibutuhkan hamba-Nya. Allah SWT juga mengetahui kapan doa hamba-Nya dikabulkan, dan mengetahui takdir terbaik bagi hamba-Nya.
Ulama banyak yang menjelaskan bahwa manusia hanya bisa berdoa dan berusaha dengan maksimal. Sementara yang menentukan terwujud dan tidaknya doa dan usaha itu adalah Allah Yang Maha Bijaksana.
Sehubungan dengan itu, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan bahwa tanda dari kebodohan seseorang jika menginginkan sesuatu terjadi pada waktu Allah tidak menginginkan sesuatu itu terjadi.
"Termasuk suatu bentuk kebodohan jika seseorang menginginkan sesuatu terjadi pada waktu yang tidak diinginkan oleh Allah SWT." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam)
Merupakan bentuk kebodohan yang nyata, jika kamu menginginkan sesuatu terjadi bukan pada waktu yang diinginkan oleh Allah SWT. Kamu hanyalah
hamba-Nya yang hina dan fakir, serta tidak memiliki hak intervensi dalam setiap ketentuan-Nya.
Jika Allah SWT menginginkan sesuatu tidak terjadi pada waktu yang kamu inginkan, maka ketahuilah bahwa di balik itu ada kebaikan yang belum bisa kamu cerna dengan kemampuan akal kamu yang terbatas.
Allah SWT tidak mungkin menginginkan keburukan bagi hamba-Nya. Segala ketentuan dan takdir-Nya adalah kebaikan dan maslahat. Walaupun kamu melihatnya keburukan, seperti bencana, banjir, longsor, dan sejenisnya, maka ada kebaikan besar di balik semua itu yang tidak bisa dibandingkan dengan keburukan yang menimpa.
Begitu juga halnya dengan doa kamu. Terkadang, kamu tergesa-gesa mengharapkan doa itu agar cepat terkabul, padahal di mata-Nya lebih baik diundur atau digantikan dengan yang lebih baik.
Oleh karena itu, tunduklah pada ketentuan dan keputusan-Nya, karena Dia tidak akan pernah mencelakakan hamba-Nya dan membebani mereka di luar kemampuan mereka. Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.
Sementara, terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustaz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Athaillah. Menurutnya, hanya orang bodoh yang bersikeras mewujudkan sesuatu yang tidak dikehendaki Allah SWT. Padahal ada keterangan, tidak ada susuatu yang terjadi tanpa kehendak Allah SWT.
Maka sebaiknya seorang hamba Allah menyerah dengan rela hati kepada hukum ketentuan Allah SWT setiap waktu. Sebab seorang hamba harus percaya kepada rahmat dan kebijaksanaan kekuasaan Allah SWT.