REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat sebanyak 1.142 kecelakaan kereta terjadi di perlintasan sebidang pada kurun waktu 2019 hingga 2022. Meski demikian, Kemenhub menyatakan, tren kecelakan di perlintasan terus mengalami penurunan dan akan terus ditekan.
“Tren kejadian kecelajaan dan tingkat fatalitasnya terus menurun sejak 2019, dari total kejadian, yang terbanyak terjadi di perlintasan sebidang yang tidak dijaga, yaitu 1.004 kejadian,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian, Kemenhub, Risal Wasal dalam media briefing di Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Risal menegaskan, keberadaan perlintasan sebidang memang harus terus dikurangi bahkan ditiadakan demi meminimalisasi kecelakan fatal. Hanya saja, diperlukan kerja sama dengan pemerintah daerah serta lintas kementerian lembaga karena harus menambah infrastruktur.
Ia mencatat, jumlah perlintasan sebidang dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir pun terus menurun. Dari semula ada 5.685 perlintasan sebidang tahun 2016 kini menjadi 4.194 perlintasan sebidang tahun 2022.
“Dengan semakin sedikitnya jumlah perlintasan sebidang diharapkan perjalanan kereta api akan semakin aman dan selamat,” katanya.
Kemenhub, lanjut Risal, juga telah menerbitkan rekomendasi peningkatan keselamatan pada perlintasan sebidang. Di antaranya merekomendasikan penanganan perlintasan sebidang di 341 titik lokasi yang berada di 79 daerah kewenangan Pemda.
Dari rekomendasi itu, telah terbangun pintu perlintasan sebanyak 218 yang tersebar di Jawa Timur, Banten, Lampung Utara, dan Jawa Tengah yang dioperasikan oleh 1.052 penjaga.
Sejak 2018 hingga 2022, Kemenhub juga sembari melakukan pembangunan perlintasan tidak sebidang. Di antaranya 10 jalan layang, delapan underpass, serta 24 jembatan penyeberangan orang dan motor (JPO/JPOM). Adapun perlintasan tidak sebidang yang akan dibangun tahun ini yakni dua jalan layang dan satu JPO/JPOM.
Meski demikian, harus diakui jumlah perlintasan sebidang masih jauh lebih banyak. Pemerintah pun menghadapi tantangan terhadap minimnya pemahaman pengguna lalu lintas.
“Masih banyak masyarakat yang belum sadar dan mengetahui aturan bahwa pemakain jalan wajib mendahulukan kereta api dan mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang,” kata dia.
Di satu sisi, adanya keterbatasan pengadaan dan pemasangan fasilitas serta penyediaan sumber daya manusia di perlintasan sebidang yang tersebar di berbagai daerah.