Selasa 08 Aug 2023 23:39 WIB

Mastel Sebut 3 Cara 5G Berkontribusi pada Transformasi Digital di Indonesia

Adopsi 5G sudah meningkatkan kecepatan internet 13 kali lipat

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Head of National Infrastructure Indonesian Telematics Society (Mastel), Sigit PW Jarot menyebut bahwa 5G bisa berkontribusi pada ekonomi digital dalam tiga cara.
Foto: abc news
Head of National Infrastructure Indonesian Telematics Society (Mastel), Sigit PW Jarot menyebut bahwa 5G bisa berkontribusi pada ekonomi digital dalam tiga cara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Head of National Infrastructure Indonesian Telematics Society (Mastel), Sigit PW Jarot menyebut bahwa 5G bisa berkontribusi pada ekonomi digital dalam tiga cara. Dalam banyak kajian tentang 5G, Sigit mengatakan ada yang langsung, tidak langsung, dan pengikutnya.

“Yang langsung itu biasanya industri itu sendiri, deploiment-nya (penerapannya), dan sebagainya. Yang tidak langsung digital ekonomi. Yang pengikutnya, itu ada banyak,” kata Sigit dalam diskusi “Imagine Live - Unlock the Future of 5G” Ericsson Indonesia di Jakarta Selatan, Selasa (8/8/2023).

Pertama, Sigit mengatakan memang dalam banyak kajian bahwa yang paling penting adalah spektrum. Nyawanya 5G ada di spektrum. Dalam kasus LTE, Sigit mengatakan tambahan 20 MHz untuk satu operator itu bisa menarik sekitar 1,5 sampai dua miliar di level user. Untuk 5G, datanya memang belum tahu. Data Ericsson menyebut bahwa adopsi 5G sudah meningkatkan kecepatan internet 13 kali lipat secara global.

“Jadi sudah pasti kalau 5G diadopsi secara tepat, dengan cara yang tepat, dan frekuensinya juga tepat, itu dampaknya juga besar,” ujar Sigit.

Setelah membangun 5G, Sigit menyebut pemerintah bisa melanjutkan dengan usecase-nya. Inti dari 5G itu adalah mid band dan high band. Karena itu, dia beranggapan kabar rencana pelelangan spektrum frekuensi 700 MHz itu merupakan hal baik bagi implementasi 5G. Dia menantikan kapan Indonesia bisa merasakan mid band dan high band. “5G ketinggalan gara-gara infrastrukturnya belum siap. Kalau nunggu 6G lebih berat lagi, makin nggak siap lagi,” kata dia.

Kedua, Sigit mengingatkan bahwa generasi muda menuntut trafik. Dia mengusulkan adanya perhitungan bandwidth per kapita seperti di Amerika Serikat (AS). “Rakyat merasa kami punya hak mendapatkan bandwidth (sesuai perhitungan). Nah, itu bisa menjadi positive pressure untuk keputusan,” ujar dia.

Ketiga, biaya 5G lebih mahal daripada generasi sebelumnya. Pemerintah sudah mengupayakan berbagi infrastruktur dan spektrum untuk mengatasi masalah itu.

“Kalau ketiganya dilaksanakan saya yakin usecase akan muncul. Seperti India, India kan nggak mikirin usecase karena usecase akan muncul sendiri,” kata Sigit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement