REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat (Jabar) telah mengeluarkan surat keputusan (SK) tentang pemberhentian KH Ate Mushodiq sebagai Ketua Umum MUI Kota Tasikmalaya. Surat tertanggal 8 Agustus 2023 itu ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Provinsi Jabar Prof Rachmat Syafei dan Sekretaris Umum Rafani Akhyar.
Kiai Ate mengaku, telah menerima salinan SK dari MUI Provinsi Jabar tersebut. Namun, surat yang diterimanya itu tak langsung berbentuk fisik, melainkan disebar melalui grup WhatsApp para ulama.
Ulama yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Raudlatul Muta'allimin, Cilendek, Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya, itu juga mempertanyakan dasar pemberhentiannya sebagai Ketua Umum MUI Kota Tasikmalaya.
"Saya selaku ketua MUI Kota Tasikmalaya, sisa waktu hanya dua bulan lagi. Jadi ketua MUI dengan cara demokrasi melaksanakan tata tertib sesuai AD/ART MUI," kata dia di kediamannya, kompleks Pondon Pesantren Raudlatul Muta'allimin, Rabu (9/8/2023).
Kiai Ate mengatakan, dirinya dipilih sebagai ketua umum oleh seluruh organisasi masyarakat (ormas) Islam, perwakilan MUI dari 10 kecamatan, ditambah akademisi di Kota Tasikmalaya. Pemilihan itu disebut dilakukan secara terhomat. Namun, menurut dia, pemberhentian yang dilakukan saat ini sangat tidak manusiawi dan tidak demokrasi.
"Karena dalam AD/ART, pemberhentian itu karena meninggal atau mengundurkan diri. Saya masih hidup dan tidak mengundurkan sejengkal pun," ujar kiai Ate.
Kiai Ate menyatakan, dirinya diangkat sebagai ketua umum melalui SK dari MUI pusat, yang ditandatangani oleh KH Ma'ruf Amin. Dalam SK itu, jabatannya akan berakhir pada Oktober 2023.
Namun, jabatannya diberhentikan melalui SK dari MUI Jabar. Pemberhentian melalui SK MUI Jabar itu disebut dapat diperdebatkan, lantaran diklaim dasarnya tidak sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) MUI.
Menurut dia, masalah SK pemberhentian dari MUI Jabar merupakan urusan yang subtantif. Semestinya, SK pemberhentian itu dikeluarkan oleh MUI pusat.
"Kalau saya melanggar AD/ART saya akan menerima. Namun kalau tidak sesuai, saya menanggapi ini. Saya tidak akan mundur sejengkal pun selama masih hidup. Karena tujuannya, lillahi ta'ala, beribadah kepada Allah," kata kiai Ate.
Ia menambahkan, pemberhentian juga dilakukan seharusnya dilakukan apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau mengundurkan diri. Pemberhentian tidak bisa dilakukan berdasarkan asumsi, kegaduhan, atau prediksi.
"Harus sesuai AD/ART. Kalau sesuai, saya ikhlas menerimanya," kata dia.
Kiai Ate mengaku, tidak menolak pemberhentiannya sebagai Ketua Umum MUI Kota Tasikmalaya. Namun, ia hanya ingin mencari ruang diskusi terkait keputusan itu. Sebab, ia menilai keputusan itu tak sesuai AD/ART.
"Saya mah menerima lillahi ta'ala. Pemberhentian juga harus ala kiai, sopan santun sesuai aturan ulama," kata dia.
Sementara itu, juru bicara keluarga besar KH Ate Mushodiq, U Aziz Muslim, mengatakan, pihaknya hanya ingin memberikan tanggapan atas keputusan yang telah dikeluarkan MUI Provinsi Jabar. Selain itu, pihaknya masih ingin mencari ruang untuk berdialog terkait keputusan ini.
"Seandainya ini sudah final, kami akan menindaklanjuti. Namun, tindak lanjutnya tidak perlu saya omongin. Kami hanya ingin tabayun," kata dia.
Aziz menilai, SK yang dikeluarkan oleh MUI Provinsi Jabar terkait pemberhentian kakak kandungnya sebagai Ketua Umum MUI Kota Tasikmalaya itu sangat tidak etis. Dia menggunakan, istilah 'kiai Ate seperti diberhentikan pakai pentungan kayu'.
"Mohon maaf, pesantren saya ada sebelum MUI ada, yaitu 1924. Bahkan sebelum Indonesia merdeka. Bapak saya pejuang bersam KH Zainal Mustofa. Tolong hargai dengan cara keulamaan, dengan cara kekhidmatan, dengan cara kiai," ujar Aziz.
Pemberhentian kiai Ate sebagai Ketua Umum MUI Kota Tasikmalaya sangat berkaitan dengan kedatangan ulama senior itu dalam kegiatan Syukuran 77 Tahun Syaykh Al Zaytun pada Ahad (30/7/2023). Dalam kegiatan itu, pernyataan kiai Ate yang disebut sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya sekaligus Ketua PCNU Kota Tasikmalaya oleh pembawa acara memunculkan polemik di kalangan ulama, khususnya di Tasikmalaya.