Jumat 11 Aug 2023 07:18 WIB

Perencana Keuangan Syariah Ungkap Investasi Kripto tidak Disarankan

Kripto tidak memiliki aset riil sehingga tidak sesuai dengan konsep syariah.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
(Ilustrasi) Kripto tidak memiliki underlying asset sehingga risikonya sangat tinggi.
Foto: Republika
(Ilustrasi) Kripto tidak memiliki underlying asset sehingga risikonya sangat tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Perdagangan resmi meluncurkan bursa aset kripto di Indonesia. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan, dengan adanya bursa kripto ini, maka masyarakat yang hendak melakukan investasi kripto bisa lebih yakin dan merasa aman.

Namun, bagaimana hukum trading aset kripto di pasar berjangka atau futures menurut islam?

Melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 11 November 2021 diputuskan, bahwa penggunaan kripto sebagai mata uang adalah haram. Menurut MUI, kripto mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia dan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011.

Perencana Keuangan Syariah di Finansialku, Harryka Joddy mengatakan, sebagai seorang perencana keuangan syariah dia pun tidak menyarankan untuk berinvestasi aset kripto. Menurutnya, setiap investasi apapun itu selalu harus memperhatikan faktor risiko dan juga efek psikologis yang dibawanya ke kehidupan pribadi masing-masing orang.

"Sebagai seorang Perencana Keuangan syariah, saya sendiri selalu mengingatkan kepada masyarakat agar menghindari investasi di kripto. Selain karena belum mendapatkan fatwa halal dari DSN MUI, secara produk sebenarnya juga sangat fluktuatif untuk mencari keuntungan, karena tidak adanya jaminan aset dari investasi yang ditanamkan (underlying asset-nya)," ujarnya kepada Republika, Rabu (9/8/2023).

Hal ini membuat investasi kripto menjadi sangat berisiko besar mengingat media pertukarannya hanya menggunakan kriptografi dan salah satunya menyebabkan fluktuasi harga bisa menjadi sangat tinggi. Sehingga menjadi transaksi perdagangan yang tergolong sangat spekulatif.

Risiko lain yang perlu diwaspadai, mengutip dari sosialiasi yang pernah dilakukan oleh OJK melalui Satgas Waspada Invesatasi adalah posisi perdagangan cryptocurrency tidak menjadi aset, tetapi diperdagangkan seperti derivatif market.

"Kondisi inilah yang berpotensi besar memunculkan peluang penipuan penggelapan dan transaksi bodong," tuturnya.

Selain itu, dengan masih rendahnya literasi keuangan sebagian dari masyarakat, ia berharap masyarakat lebih melakukan riset dan memahami risiko sebelum terjun berinvestasi di bidang apapun. Jangan sampai, saat berinvestasi pada produk yang belum diatur jelas secara regulasi, dan tidak bisa diukur risikonya, bahkan makin dipelajari terkadang makin tidak tertebak.

"Ini malah kayak judi online kesannya, sifat spekulatif terlalu tinggi dan bisa menjadi maysir kalau di dalam Islam. Hal yang malah harus kita hindari karena bertentangan dengan prinsip-prinsip keuangan syariah. Semoga kita bisa benar-benar mengambil pelajaran, bahwa tidak ada cara pintas untuk menjadi kaya dengan berinvestasi dalam waktu singkat," tegasnya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko menuturkan, pembentukan Bursa Berjangka Aset Kripto merupakan bukti pemerintah hadir dalam upaya menciptakan kepastian berusaha dan membangun ekosistem perdagangan aset kripto yang wajar dan adil.

"Hal ini juga untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat sebagai pelanggan sehingga dapat bertransaksi dengan aman dan memberikan nilai dalam ekonomi dan perdagangan," tutur Didid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement