REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono memerintahkan pihak swasta untuk wajib menyetorkan uang untuk layanan kepabeanan ilegal. Dugaan ini didalami dengan memeriksa dua saksi pada Rabu (16/8/2023).
Dua saksi itu adalah wiraswasta bernama Rudi Hartono dan Untung Sunardi. Mereka menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya perintah Tersangka AP untuk mewajibkan pihak swasta menyetorkan uang berupa fee karena adanya rekomendasi akses layanan ilegal kepabeanan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/8/2023).
Ali tak membeberkan jumlah uang yang disetorkan. Namun, keterangan kedua saksi ini diyakini dapat membantu pengusutan kasus penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Andhi.
Sebelumnya, KPK resmi menahan Andhi. Dia diduga memanfaatkan jabatannya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Makassar untuk menjadi broker atau perantara bagi pengusaha di bidang ekspor impor sejak tahun 2012-2022.
Dalam kurun waktu tersebut, Andhi menerima uang mencapai Rp 28 miliar sebagai bentuk fee. Dia menerima duit gratifikasi itu melalui transfer ke rekening beberapa orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan yang bertindak sebagai nominee.
Dari total uang tersebut, Andhi diduga menyembunyikan sekaligus menyamarkannya dengan membeli sejumlah aset. Hal inilah yang menjerat dirinya atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, Andhi juga diduga menggunakan rekening ibu mertuanya untuk menerima gratifikasi. Uang tersebut kemudian dia pakai membeli berbagai keperluan keluarganya. Di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 ia membeli berlian senilai Rp 652 juta, polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan rumah di wilayah Pejaten, Jaksel seharga Rp 20 miliar.