REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah daerah di Indonesia saat ini mengalami bencana kekeringan atau krisis air bersih. Karena itu, Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni, berharap kepada masjid-masjid di Indonesia untuk melakukan inovasi, termasuk penggunaan inovasi keran otomatis.
Imam mengatakan, masjid Indonesia yang jumlahnya cukup banyak, termasuk salah satu penyumbang tercurahnya air yang dipakai secara berlebihan. Karena itu, menurut masjid harus melakukan inovasi untuk menghemat air.
“Pada saat yang sama DMI mengharapkan ada inovasi terhadap penggunaan keran. Saya kira pilihan yang dimunculkan Pak JK (Jusuf Kalla) dengan keran magnetik atau otomatis itu termasuk di antaranya,” ujar Imam saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/8/2023).
Dalam membantu mengatasi bencana kekeringan yang terjadi sekarang ini, menurut dia, DMI sendiri juga telah bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (DMI). Dalam kerja sama ini, DMI membantu 17 kawasan yang mengalami kekeringan di 17 provinsi Indonesia.
Namun, menurut dia, di samping itu masyarakat juga perlu melakukan penghematan air, termasuk saat akan melakukan ibadah. Apalagi, menurut dia, fikih thaharah yang digunakan di Indonesia cenderung boros.
“Kebetulan fikih kita, fikih peribadahan kita khususnya fikih thaharah kita ini termasuk mengambil posisi fikih yang lebih boros. Misalnya, cuci tangan tiga kali. Bahkan, dalam satu kali siram itu orang bisa menggunakan satu gayung,” ujar Imam.
Demikian juga ketika warga ingin melakukan mandi junub. Menurut dia, dalam fikih juga dipersoalkan terkait penggunakan air dua kullah. “Makusd saya bahwa memang kalau kita bandingkan dengan negara-engara sehaluan, dalam konteks ini Suni di kawasan Asia Tengah atau anak benua India, itu mereka juga lebih memperhatikan aspek hemat air sehingga kadang-kadang hanya satu gayung itu bisa untuk selesai satu wudhu,” kata Imam.
Sementara itu, di kalangan umat Islam di Indonesia satu kullah itu bisa habis untuk satu kali wudhu, khususnya yang memiliki sikap ragu-ragu. Namun, beruntung Indonesia termasuk wilayah yang memiliki sumber air yang cukup banyak.
“Tapi, pada saat ini air itu semakin menjadi langka karena juga proses pembangunan dan eksploitasi yang semakin radikal. Saya kira ancaman terhadap kekurangan sumber air ini juga cukup nyata. Karena itu, saya kira ulama-ulama juga perlu mendiskusikan mengenai berbagia alternatif atau pilihan terhadap cara bersuci seturut dengan keprihatinan krisis air,” ujar Imam.
Menurut dia, para ulama di Indonesia perlu melakukan diskusi yang mendalam lagi, khususnya menyangkut dengan krisis air bersih yang akan terus meningkat ke depannya. “Ini harus dicarikan pandangan fikih baru mengenai fikih thaharah itu,” kata dia.
Imam menjelaskan, pandangan ulama sendiri sangat banyak sekali terkait bab thaharah atau bersuci. Namun, menurut dia, untuk menghemat air sekarang ini perlu menggunakan keran, khususnya di kawasan-kawasan yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat.
“Keran itu pun juga mengalir sedemikian rupa. Ini saya kira jumlah umat Islam yang ratusan juta ini dalam sehari, jika menggunakan fikih thararah tanpa inovasi begitu, kemudian penggunaan air kita akan terus lebih banyak,” kata Imam.
“Karena itu, saya kira perlu ada juga inovasi yang dibuat oleh teknologi, dengan misalnya hanya dengan mengacungkan tangan ke depan keran itu menyala. Itu termasuk upaya penghematan juga,” ujar Imam.
Dia menambahkan, Ketum DMI Jusuf Kalla juga sempat memikirkan agar dalam pembangunan masjid di Indonesia menggunakan keran otomatis. “Khususnya di MCK atau di tempat berwudhu itu perlu menggunakan keran yang pakai magnetic. Begitu tangan didekatkan baru nyala. Sehingga, tidak ada orang kelupaan menutup keran,” kata Imam.