REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kepala lembaga pemberi pinjaman Uni Eropa telah memperingatkan bahwa Barat beresiko kehilangan kepercayaan dari negara-negara di belahan dunia selatan, dengan Cina dan Rusia dan yang lainnya turun tangan. Peringatan ini penting, kecuali jika mereka segera mengintensifkan upaya dukungannya sendiri.
Werner Hoyer, Presiden Bank Investasi Eropa, mengatakan bahwa KTT BRICS minggu ini di Afrika Selatan telah mencapai sesuatu yang baru. Terutama dengan menjadikan Bank Pembangunan Baru kelompok ini, yang dikenal sebagai Bank BRICS.
Bank ini hadir sebagai alternatif bagi para pemberi pinjaman multilateral negara Barat yang telah mapan. Dengan kata lain, kehadiran Bank BRICS ini menekankan akan meningkatkan pinjaman ke negara berkembang dan tak lagi bergantung dengan bantuan Barat dan AS.
"Seharusnya menjadi perhatian bahwa semakin banyak negara berkembang yang lebih kecil, terutama di Afrika, yang mencari negara-negara seperti Cina dan negara-negara pasar berkembang lainnya untuk memberikan dukungan kepada mereka, bukan kepada lembaga-lembaga tradisional Barat," kata Hoyer kepada Reuters, dilansir Rabu (23/8/2023).
EIB atau European Investment Bank adalah salah satu dari lembaga-lembaga tersebut. Didukung oleh kekuatan finansial dari 27 negara anggota Uni Eropa, EIB memiliki neraca keuangan terbesar di antara bank-bank pembangunan multilateral di dunia dan menginvestasikan sekitar 10 miliar euro (10,8 miliar Euro) per tahun di negara berkembang melalui cabang EIB Global.
Komentar Hoyer merupakan komentar yang paling tegas dari seorang pejabat tinggi Uni Eropa mengenai upaya negara-negara BRICS - Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan - untuk memperluas blok tersebut dan mengubahnya menjadi penyeimbang global bagi Barat.
Ia mengatakan bahwa jumlah negara-negara berkembang yang telah mengambil sikap netral terhadap invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu juga mengisyaratkan tantangan yang dihadapi Barat dalam menjaga kepercayaan negara-negara tersebut.
"Pemungutan suara baru-baru ini di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperjelas bahwa kita berisiko kehilangan kepercayaan dari negara-negara di belahan bumi selatan kecuali kita mengambil lebih banyak tindakan dan lebih terlihat di sana," ujar Hoyer.
Pertemuan PBB bulan depan, termasuk pertemuan tentang pembangunan berkelanjutan, menawarkan kesempatan bagi lembaga-lembaga Barat untuk tampil dan menunjukkan bahwa mereka bersedia dan mampu memberikan lebih banyak dukungan kepada negara-negara miskin, ujar Hoyer.
Peningkatan fokus pada perluasan kelompok BRICS dan banknya terjadi karena banyak negara berkembang "merasa ditinggalkan" oleh Barat dalam perjuangan mereka melawan pandemi Covid-19, utang, biaya energi, dan perubahan iklim, tambahnya.
Berkantor pusat di Shanghai, Bank Pembangunan Baru didirikan pada tahun 2015 oleh para anggota BRICS. Bangladesh, Uni Emirat Arab, dan Mesir telah bergabung sejak saat itu, sementara Aljazair, Argentina, Ethiopia, Honduras, Iran, Maroko, Arab Saudi, Uruguay, dan Zimbabwe sedang dalam pembicaraan untuk menjadi anggota.
"Ini adalah gejala dari sesuatu yang harus segera dihadapi oleh Eropa dan lembaga-lembaga Barat," kata Hoyer mengenai kenaikan nilai penting bank ini.
"Kecuali jika kita menawarkan kemitraan yang tulus dan cara-cara yang lebih meyakinkan untuk mengatasi tantangan-tantangan di Dunia Selatan, baik dalam transisi energi, masalah utang, maupun mengatasi ketidaksetaraan kesehatan yang mencolok - kita akan menghadapi masalah."