Sabtu 26 Aug 2023 17:53 WIB

Digitalisasi Zakat Dalam Bingkai Negara Kesejahteraan

Baznas telah mempunyai tulang punggung sistem informasi manajemen atau SIMBA

Prof Nadratuzzaman Hosen/Pimpinan Baznas RI
Foto: Dok Baznas
Prof Nadratuzzaman Hosen/Pimpinan Baznas RI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Nadratuzzaman Hosen/Pimpinan Baznas RI

Fungsi utama sebuah negara modern yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warganya atau yang dikenal dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Dalam hal ini, negara bertanggung jawab mensejahterakan rakyatnya melalui berbagai layanan yang disediakan, baik di bidang ekonomi maupun sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. 

Lebih khusus lagi, bahwa keterlibatan atau intervensi negara sangat dibutuhkan bagi masyarakat atau warga yang kurang berdaya, yang hidup di bawah garis kemiskinan (prasejahtera). 

Konsep negara kesejahteraan ini merupakan jawaban atas kondisi yang banyak terjadi sebelum abad ke-19, terutama di negara-negara Eropa, di mana tatanan negara cenderung bersifat (monarki) absolut, atau lebih sebagai alat kekuasaan untuk melayani penguasa (raja) beserta keluarga dan kroninya.

Indonesia sebagai salah satu negara modern dengan sistem pemerintahan yang demokratis, secara tegas mencantumkan tujuannya, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa: “Untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa …”

Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu bukan hanya tugas dan tanggung jawab negara yang diwakili oleh pemerintah yang sah, namun juga  dibutuhkan keterlibatan dan peran serta masyarakat. Terlebih dalam masyarakat atau negara yang demokratis, yang sangat menghargai inisiatif masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.

Kalau kita menyaksikan fenomena di masyarakat saat ini, tampak ada keterlibatan masyarakat yang sangat dominan dalam berbagai bidang kehidupan. Di sektor ekonomi, misal, sebagian besar aktivitas ekonomi dilakukan publik secara mandiri atau swadaya melalui pengembangan usaha-usaha mikro dan kecil. Justru pelaku ekonomi kerakyatan ini sangat dominan, sehingga menjadi sokoguru atau pelaku utama dalam struktur perekonomian nasional.

Begitu pula di bidang pendidikan dan Kesehatan, bisa disaksikan betapa banyak lembaga pendidikan dan rumah sakit yang didirikan oleh masyarakat dengan jumlah yang jauh melampaui lembaga pendidikan dan rumah sakit yang disediakan pemerintah. 

Hal ini bisa dipahami mengingat peranan negara tidak hanya sebagai pelaku (operator), tetapi yang lebih penting justru menjadi regulator yang mengatur melalui berbagai kebijakan. Dengan pengaturan yang baik. diharapkan tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembang peran serta masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. 

Menurut World Giving Index, dalam beberapa tahun belakangan, Indonesia berada pada peringkat pertama untuk kedermawanan sosial. Tentu sikap kedermawanan itu tak lepas dari nilai-nilai yang dianut masyarakat di mana mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. 

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mendermakan harta melalui berbagai saluran seperti zakat, infak, sedekah serta dana sosial dan keagamaan lainnya (ZIS). Bahkan perintah berzakat merupakan hal yang wajib dengan konsekuensi dosa bagi mereka yang tidak melaksanakannya.

Selain itu, umat Islam juga sangat dianjurkan untuk peduli kepada fakir dan miskin, anak yatim dan kaum dhuafa. Bahkan dalam berbagai “sanksi” berupa pembayaran fidyah, selalu terkait dengan pemberdayaan kaum dhuafa berupa pemberian makanan kepada fakir dan miskin.

Jadi, tujuan akhir dari penunaian ZIS dan kepedulian kepada kaum dhuafa  adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang kurang beruntung, baik dari segi ekonomi maupun hal lain seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan sebagainya.

Agar pelaksanaan berbagai upaya pemberdayaan itu bisa berjalan dengan baik, efektif (mencapai sasaran) dan efisien (optimal), maka perlu diimplementasikan melalui kelembagaan yang profesional. 

Khusus dalam pengelolaan zakat, pemerintah telah hadir dengan mendirikan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), mulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. 

Baznas merupakan lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8/2001 dan UU No. 23 Tahun 2011, dengan tugas dan fungsi untuk menghimpun dan mendayagunakan zakat, dengan bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri Agama. 

Kini pada usia yang sudah lebih dari dua dasawarsa, Baznas semakin memantapkan eksistensi sebagai lembaga pemerintah yang terpercaya. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan dana zakat yang bisa dihimpun untuk kemudian disalurkan melalui berbagai kegiatan yang terencana, terukur, tepat sasaran, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam menghadapi perkembangan zaman, terutama penggunaan ternologi digital, Baznas berupaya untuk terus menyesuaikan dengan kemajuan tersebut. Kini Baznas telah mempunyai tulang punggung sistem informasi manajemen yang disebut SIMBA, serta berbagai aplikasi zakat, di mana publik bisa dengan mudah menunaikan ZIS kapan dan di mana saja. Baznas juga telah bekerja sama dengan lebih dari 100 fintech dan lembaga-lembaga yang bisa melakukan transfer daring.

Berbagai kemudahan ini telah mendapat respon positif terutama dari kaum milenial. Dari data yang ada, sekitar 60 persen muzaki yang menyalurkan zakat melalui Baznas berusia di bawah 40 tahun. Mereka melakukan pembayaran zakat dengan memanfaatkan teknologi digital tersebut. Pemanfaatan teknologi ini telah mampu meningkatkan penghimpunan zakat Baznas rata-rata 40 persen per tahun.

Tidak hanya segi penghimpunan, Baznas juga terus meningkatkan penyaluran melalui program-program yang inovatif, yang lebih memberdayakan, termasuk upaya menjangkau daerah-daerah pedalaman yang terisolasi.

Ke depan, Baznas akan terus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dan transformasi digital ini melalu jaringan Baznas di sekitar 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota, termasuk juga memanfaatkan teknologi blockchain dan kecerdasan artifisial. 

Dengan memanfaatkan kedua teknologi ini maka pengelolaan zakat akan lebih transparan, aman, cepat, efektif, efisien, tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, upaya literasi teknologi informasi akan terus dilakukan melalui berbagai aktivitas pembinaan terhadap sumber daya manusia Baznas di berbagai daerah.

Baznas juga akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka siap mendukung berbagai inovasi yang dilakukan, sehingga penghimpunan dana zakat terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada akhirnya upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bersama semakin mendekati kenyataan, di mana salah satu sumber pendanaan utama adalah zakat, infak, sedekah serta dana sosial dan keagamaan lainnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement