REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan implementasikan instrumen moneter baru, yaitu sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada 15 September 2023. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto mengungkapkan SRBI bisa membuka ruang untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Dia menjelaskan hal tersebut karena instrumen SRBI juga memberikan ruang kepada modal asing. "Ini dapat menjadi alternatif instrumen investasinya mereka," kata Edi dalam taklimat media di Gedung BI, Senin (28/8/2023).
Dengan begitu, Edi menuturkan SRBI tersebut dapat memberikan matching bahwa Indonesia masih dinilai optimistis untuk berinvestasi di portofolio. Khususnya investasi di pasar uang.
"Artinya apa? Bahwa ini bisa memberikan ruang untuk support ke stabilitas nilai tukar rupiah. Kalau asing masuk kan likuiditas valas akan lebih baik," ucap Edi.
Meskipun begitu, Edi menegaskan dalam stabilitas nilai tukar rupiah, BI tetap menggunakan intervensi spot dan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) sebagai pilar utama. Dia menuturkan, posisi SRBI dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah karena menjadi instrumen alternatif.
"Ini sekaligus support terhadap pendalaman pasar uang sehingga mempermudah bank dalam pendalaman pasar uang dalam pengelolaan likuiditas mereka," jelas Edi.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan SRBI dapat menjadi instrumen untuk mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio. Selain itu juga untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
"Ini bisa diperdagangkan dengan sistem diskonto di pasar sekunder, bisa dipindahtangankan, dan juga bisa dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk melalui pasar sekunder," kata Perry dalam RDG Bulanan BI, Agustus 2023.
SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Surat berharga tersebut sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa SBN milik Bank Indonesia.
SRBI merupakan instrumen operasi moneter kontraksi untuk mengelola likuiditas. Instrumen tersebut sekaligus diharapkan dapat mendukung pengembangan pasar uang dan stabilitas nilai tukar rupiah karena dapat ditransaksikan dan dimiliki oleh non bank (penduduk dan bukan penduduk) di pasar sekunder.