Senin 28 Aug 2023 18:09 WIB

IHSG Menguat Seiring Sinyal The Fed Soal Suku Bunga

IHSG terapresiasi ke level 6.922,72 atau meningkat sebesar 0,38 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Karyawan beraktivitas di dekat layar yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan awal pekan ini, Senin (28/8/2023). IHSG terapresiasi ke level 6.922,72 atau meningkat sebesar 0,38 persen setelah melemah tipis pada akhir pekan lalu. 

Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, penguatan IHSG sejalan dengan indeks saham di Asia yang juga mayoritas ditutup naik sore ini. Investor merespons positif pernyataan gubernur bank sentral AS Federal Reserve terkait suku bunga.

Baca Juga

"Investor merasa lega setelah Jerome Powell memberi indikasi bahwa Federal Reserve akan bersikap hati-hati berkaitan dengan suku bunga," kata Phillip Sekuritas Indonesia.

Indeks saham di Cina dan Hong Kong memimpin kenaikan indeks saham regional setelah Pemerintah Cina mengurangi bea materai atas transaksi perdagangan saham dengan tujuan untuk menyegarkan pasar modal dan meningkatkan kepercayaan investor.

Regulator pasar modal Cina, China Securities Regulatory Commission (CSRC), juga memberi persetujuan terhadap peluncuran 37 Dana Ritel, termasuk 10 ETF yang berbasis CSI 2000 Small Cap Index dan 7 ETF yang berfokus pada saham-saham sektor teknologi.

Sedangkan, 20 produk lainnya adalah reksa dana inovatif yang untuk pertama kalinya membebankan biaya mengambang (floating fees) kepada investor, yang akan dipatok berdasarkan besaran dana, kinerja, atau lamanya kepemilikan (holding period).

Dari sisi makroekonomi, data memperlihatakan penjualan ritel di Australia rebound di bulan Juli setelah turun tajam pada bulan sebelumnya, namun tahun ke tahun (year-on-year) masih terus turun karena suku bunga yang tinggi telah memperlambat belanja konsumen.

Penjualan ritel tumbuh 0,5 persen secara bulaman pada Juli lalu, lebih tinggi dari estimasi pasar, 0,3 persen dan berbalik arah dari penurunan 0,8 persen secara bulanan di Juni.

Tren pelemahan pada belanja konsumen adalah alasan utama bank sentral Australia (RBA) menahan kenaikan suku bunga acuan dalam dua bulan terakhir setelah mengerek suku bunga sebesar 400 bps sejak Mei 2022 menjadi 4,1 persen, tertinggi dalam 11 tahun.

Dari dalam negeri, likuiditas perekonomian semakin meningkat di bulan Juli. Posisi uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh 6,4 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,1 persen yoy.

Perkembangan M2 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit yang tumbuh 8,5 persen yoy, lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan 7,8 persen yoy di Juni.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement