REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan sistem transportasi berkelanjutan menjadi solusi paling efektif untuk mengendalikan polusi udara yang acapkali menyelimuti wilayah perkotaan di Indonesia.
"Proporsi polusi udara dari kendaraan dapat dikurangi melalui pengetatan regulasi dan monitoring yang konstan. Tetapi pengendalian polusi udara (yang mungkin) paling efektif adalah mendorong sistem transportasi massal berkelanjutan," kata Peneliti Sistem Penggerak Berkelanjutan BRIN Hari Setiapraja dalam diskusi uji emisi kendaraan yang dipantau di Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Hari menuturkan transportasi massal berkelanjutan memperhitungkan aspek lingkungan, sosial, hingga ekonomi, yang membuatnya lebih unggul ketimbang kendaraan pribadi.
Menurutnya, transportasi adalah pergerakan manusia bukan pergerakan kendaraan.
Pola umum transportasi massal yang ada di kota besar adalah masyarakat dari rumah menggunakan sepeda, berjalan kaki, atau naik ojek menuju ke transfer point kendaraan umum.
Setelah itu, lanjutnya, mereka menggunakan berbagai jenis kendaraan umum, seperti bus, LRT, metro, KRL, trem, menuju ke transfer point dan menyambung perjalanan ke tempat kerja.
Pada 2020 Pusat Teknologi Sistem dan Prasarana Transportasi (PTSPT) dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah memotret pergerakan kendaraan pribadi dan kendaraan umum di Semarang, Jawa Tengah.
Hasil kajian itu menyimpulkan bahwa beban jalan untuk kendaraan umum masih kecil di bawah 50 persen. Masyarakat lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kendaraan umum.
Sistem transportasi berkelanjutan adalah suatu sistem transportasi yang penggunaan bahan bakar, emisi kendaraan, tingkat keamanan, kemacetan, serta akses sosial dan ekonomi, tidak akan menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat diantisipasi oleh generasi yang akan datang (Richardson, 2000).
"Sekarang pemerintah untuk menekan emisi secara tiba-tiba melaksanakan work from home, itu mungkin betul, tetapi kalau dari segi konsep transportasi berkelanjutan ini kemungkinan agak sulit, karena ada gangguan di aspek ekonominya," kata Hari.
Kendaraan umum lebih banyak volume angkutnya ketimbang kendaraan pribadi, sehingga pergerakan manusia bisa disatukan. Selain itu kendaraan umum yang berbasis listrik, seperti bus atau kereta mampu mengurangi polusi udara lebih maksimal ketimbang kendaraan listrik pribadi.
Hari mengatakan bila hanya berpindah dari kendaraan konvensional berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik, itu hanya solusi sementara.
"Padahal kendaraan listrik sebetulnya menyimpan emisi yaitu limbah baterai. Saya berpendapat perpindahan kendaraan itu ke transportasi publik berbasis listrik," pungkasnya.