REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Mandiri akan terus konsisten mendukung penerapan pembiayaan berkelanjutan. Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar mengatakan, bank BUMN ini menargetkan penyaluran kredit berkelanjutan di kisaran 25 persen dari total kredit.
"Bank Mandiri akan fokus pada beberapa sektor, seperti Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Berkelanjutan, Energi Baru Terbarukan (EBT), Produk Eco-Efficient, serta Transportasi Ramah Lingkungan," kata Alexandra dalam keterangannya, Jumat (1/9/2023).
Penyaluran green financing Bank Mandiri secara konsisten terus bertumbuh sebagai wujud penerapan keuangan berkelanjutan dan implementasi prinsip Environment, Social and Governance (ESG). BMRI mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit hijau naik 10,2 persen secara tahunan menjadi Rp 115 triliun per Juni 2023.
Realisasi tersebut menjadikan Bank Mandiri sebagai pemimpin pasar green financing di industri perbankan tanah air. Hingga paruh pertama 2023, penyaluran green financing bank pelat merah ini berkontribusi sebesar 11,7 persen dari total portofolio kredit.
“Realisasi ini bukti nyata penerapan keuangan berkelanjutan oleh Bank Mandiri sekaligus wujud komitmen kami mendukung transisi Indonesia menuju net zero emission (NZE) di 2060 dan tercapainya United Nations Sustainable Development Goals (UN SDGs),” ujar Alexandra.
Alexandra menambahkan, sebagai salah satu First Movers on Sustainable Banking, Bank Mandiri terus menggenjot penyaluran green financing di tanah air. Kucuran kredit ini ditujukan untuk proyek-proyek atau kegiatan usaha berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Sampai kuartal II 2023, porsi terbesar pembiayaan hijau Bank Mandiri disalurkan ke sektor pertanian berkelanjutan atau sustainable agriculture sebesar Rp 95,6 triliun. Disusul penyaluran pembiayaan untuk sektor energi terbarukan atau renewable energy sebesar Rp 8,9 triliun, eco-efficient products Rp 4,7 triliun dan clean transportation Rp 3,2 triliun, serta sektor hijau lainnya Rp 2,8 triliun.
Dalam penyaluran pembiayaan hijau, bank dengan logo pita emas ini memiliki kebijakan ESG secara spesifik untuk setiap sektor berupa ESG Credit Policy. Untuk debitur di sektor kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) misalnya, Bank Mandiri mensyaratkan adanya sertifikat atau bukti pendaftaran ISPO/RSPO.
Pada Maret 2023 lalu, 83 persen dari debitur di sektor kelapa sawit telah mengantongi atau tengah memproses sertifikat ISPO/RSPO. “Melalui green financing dan kriteria IAC, Bank Mandiri mendorong para debitur untuk bertransisi ke ekonomi hijau dan berkelanjutan,” ujar Alexandra.
Jika dipotret dalam rentang waktu lebih panjang, Bank Mandiri konsisten mencatatkan kenaikan pembiayaan ke sektor energi terbarukan. Kredit untuk energi terbarukan pada 2020 hanya Rp 2,5 triliun. Lalu naik naik menjadi Rp 6,15 triliun di akhir 2022 lalu.
Adapun beberapa proyek energi terbarukan yang mendapatkan kucuran green financing dari Bank Mandiri adalah Kerinci Hydro Power Plant dengan total kapasitas 2x45MW MW dan Malea Hydro Power Plant di Sulawesi Selatan. Bank Mandiri juga menyalurkan pembiayaan untuk proyek Poso Hydro Power Plant dengan total kapasitas 515 MW.
“Bank Mandiri berkomitmen terus menyalurkan pembiayaan hijau sesuai rencana bisnis penyediaan listrik yang ditetapkan pemerintah, sebagai wujud konsistensi kami menerapkan keuangan berkelanjutan,” ujar Alexandra.
Bank Mandiri juga menunjukkan komitmennya dengan mendukung pelaksanaan ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF) yang dilaksanakan di Jakarta 5-6 September 2023. AIPF yang merupakan flagship event dari ASEAN Summit 2023, salah satunya akan fokus pada bidang Keuangan Berkelanjutan dan Inovatif (Sustainable & Innovative Financing).
Keuangan berkelanjutan merupakan bagian penting dalam upaya dunia memerangi perubahan iklim dan menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development.
“Dalam sustainable financing, sektor keuangan berperan memobilisasi sumber daya dan modal untuk mengatasi perubahan iklim dan mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon,” ujar Alexandra.